Jakarta – Jaringan Masyarakat Madura Jakarta (JAMMA) menolak keras rencana larangan merokok di tempat hiburan malam sebagaimana tercantum dalam Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang tengah dibahas DPRD Provinsi DKI Jakarta. Ketua Umum JAMMA, Edi Homaidi, menyebut kebijakan tersebut tidak logis dan berpotensi merugikan masyarakat maupun pelaku usaha.

“Tempat hiburan malam bukan ruang publik seperti sekolah, rumah sakit, atau tempat ibadah. Menyamakan semua ruang dengan logika yang sama adalah bentuk regulasi yang lemah dan terburu-buru. Larangan merokok di hiburan malam jelas tidak tepat,” ujar Homaidi di Jakarta.

Menurutnya, hiburan malam merupakan ruang rekreasi privat-komersial yang mayoritas pengunjungnya orang dewasa. Larangan total justru akan menurunkan kenyamanan konsumen, melemahkan daya tarik usaha, dan berdampak langsung pada ribuan pekerja yang menggantungkan hidup di industri hiburan malam.

Homaidi menekankan tiga hal utama:

1. Aspek hukum. Regulasi harus proporsional. Pasal 151 UU Kesehatan 2023 mengatur KTR, tetapi implementasinya tidak bisa dipaksakan ke semua ruang.
2. Aspek sosial-ekonomi. Industri hiburan malam menyerap tenaga kerja dan menyumbang pendapatan daerah. Larangan total merokok bisa menekan omzet, mengurangi lapangan kerja, dan memperburuk kondisi ekonomi rakyat kecil.
3. Alternatif solusi. Pemerintah sebaiknya mengatur ruang khusus merokok dengan ventilasi memadai di tempat hiburan, bukan melarang total.

“DPRD seharusnya fokus pada kebijakan yang lebih urgen bagi rakyat, seperti transportasi publik, polusi udara, dan perbaikan layanan kesehatan. Bukan mengurusi hal yang justru mengancam industri hiburan dan pekerja di dalamnya,” tambah Homaidi.

JAMMA menegaskan akan terus mengawal isu ini agar DPRD tidak melahirkan kebijakan yang diskriminatif. Menurut Homaidi, larangan total hanya akan menciptakan resistensi sosial dan mengurangi legitimasi regulasi di mata masyarakat.

Temukan juga kami di Google News.