Jakarta – Pengamat Intelijen Wawan Purwanto membenarkan penuturan Kapori Jenderal Tito Karnavian menuturkan pelaku teror pelempar bom molotov di depan Gereja Oikumene di Samarinda yang ditangkap merupakan mantan napi yang terkait jaringan bom buku di Jakarta tahun 2011 silam.
“Pelaku mantan napi bom buku, jadi link up nya ke sana pak,” ungkap Wawan, Minggu (13/11/2016).
Dikatakan Wawan, pembuktian dari hasil olah TKP itu memberikan data-data lebih lanjut mengenai motivasi pelaku dan link up nya.
Sementara Kapolri menyebutkan pelaku bernama inisial J juga tergabung dalam jaingan teroris.
“Dia gabung dengan kelompok JAT, kita akan kembangkan,” katanya.
Sebelumnya, sebuah bom berbentuk buku yang dikirim untuk Ulil Abshar Abdalla meledak di kantor JIL, Utan Kayu pada (15/3/2011). Bom itu diterima berupa paket oleh aktivis JIL Saidiman. Buku berjudul “Mereka Harus Dibunuh” itu ternyata tidak bisa dibuka, dan ketika diintip berisi kabel, jam, dan batere. Bom itu akhirnya meledak ketika sedang dijinakkan polisi. Tangan Kasat Reskrim Dodi Rahmawan putus.
Sebelum meledak, Polisi menggenangi bom tersebut dengan air atas instruksi lewat handphone. Langkah itu diambil karena tim gegana tidak datang setelah ditunggu 1,5 jam.
Buku itu dikirim atas nama Drs. Sulaiman Azhar, Lc. Ulil diminta untuk memberi kata pengantar untuk buku yang berjudul lengkap “Mereka Harus Dibunuh Karena Dosa-Dosa Mereka Terhadap Islam dan Umat Muslimin”. Salah satu bab dalam buku itu bertajuk “Deretan Nama Tokoh-tokoh Indonesia yang Pantas Dibunuh”. Buku paket tersebut dikirim dari alamat Jalan Bahagia, Gang Panser 29, Ciomas, Bogor.
Ulil memang sering bersuara lantang mengkritik tajam FPI dan HTI. Tokoh JIL ini juga sering menyuarakan pembelaan terhadap masyarakat Ahmadiyah. Dengan sidang terhadap Abu Bakar Baasyir yang juga terus berjalan, mengaitkan kejadian satu dengan yang lain mungkin menjadi pilihan nalar yang masuk akal. Akan tetapi, seperti teror di Indonesia pada umumnya, teror ini tidak jelas pengirimnya. Walaupun targetnya adalah Ulil, tujuannya ini tidak mesti untuk kalangan Ulil. Berbeda dengan FPI yang minimal punya sikap, teror ini “cuma” menciptakan teror demi teror.
Tinggalkan Balasan