Jakarta – Tokoh paling sepuh di Nahdlatul Ulama (NU) Kyai Maimoen Zubair ikut mengecam penggunaan isu SARA dalam politik, terutama Pilkada di Jakarta. Menurutnya, Indonesia harus dijaga kedamaiannya dan kerukunannya. Umat Islam harus menjadi pelopor dan penjaga perdamaian dan kerukunan.

“Tidak boleh umat Islam menjadi pembuat perpecahan dan pengobar permusuhan,” kata Mbah Moen saat Silaturahim Nasional Alim Ulama Nusantara yang diadakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di pondok pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah Kamis (16/3).

Mbah Moen juga mengingatkan bahwa negara makmur atau tidak bukan tergantung pemimpin negaranya muslim atau bukan. Dia mencontohkan kasus Sudan, negara di Benua Afrika, sebelah selatan Mesir. Setelah terpecah nenjadi dua negara, yaitu Sudan Utara dan Sudan Selatan, katanya, Sudan Selatan yang dipimpin presiden nonmuslim ternyata makmur. Sementara Sudan Utara yang dipimpin presiden muslim, rakyatnya tidak makmur, alamnya gersang, dan bahkan pemerintahnya lemah sekali. Saat ini terancam sebagai negara gagal.

”Pengamatan saya, negara Sudan Selatan makmur, sedangkan Sudan Utara miskin dan gersang,” terangnya.

Mbah Moen Dianggap Pendukung Ahok

Silaturahmi yang khidmat itu berlangsung dalam suasana yang justru sangat santai. Bahkan beberapa kali diselingi dengan guyonan khas. Bukan orang NU jika tidak bisa melucu. Dan semakin tua atau semakin dituakan, selera humornya semakin tinggi. Tampaknya hal itu juga berlaku untuk Mbah Moen.

Ketika menyampaikan tentang sejarah masuknya Islam di Indonesia dan perjuangan umat Islam, ia tiba-tiba berseloroh tentang kondisi politik yang lagi hangat di tanah air. “Saya sering dianggap pendukung Ahok,” ucapnya sambil terkekeh ringan.

“Hahahaa….” hadirin tertawa terbahak-bahak, geli sekaligus terkejut. Beberapa detik hadirin terdiam menunggu penjelasan ulama sepuh yang biasa dipanggil Mbah Moen ini.

Penyebab mengapa Mbah Moen sering dianggap pendukung Ahok, menurut dia, karena sering menceritakan bahwa Islamnya orang sarang itu berasal dari dakwahnya orang Belitung dan Bangka. Bukan para wali dari Demak. Dia menyebut, saat Kubilai Khan menyerang Singasari, ada kelompok Tiongkok Muslim yang mendarat di Sarang.

”Saya itu dianggap pro Ahok (Basuki Tjahaya Purnama- Red), terus terang,” kata sambil terkekeh disambut tawa para hadirin.

Mengapa begitu, dia kemudian menjelaskan. Yang pertama menyangkut sejarah kedatangan Islam di Sarang. Menurutnya, Islam di Sarang tak berasal dari para wali yang tinggal di Demak tapi dari Tiongkok.

”Saya itu berkata satu-satunya di Jawa, Islam masuk dari kelompoknya Ahok (Tionghoa- Red) itu, Sarang. (Islam) Di Sarang itu masuk sejak Majapahit,” katanya.

Mbah Moen menambahkan, kelompok Tionghoa Bangka- Belitung juga pembawa Islam pertama ke Indonesia. ”Sarang ini, Islamnya sama dari Belitung. Bukan dari Demak. Karena munasabah ini pula, saya bangun gapura di sana, Wali Bangka Belitung,” tandasnya.

Temukan juga kami di Google News.