Jakarta – Sekelumit persoalan dalam proyek pembangunan dua Kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) tahun 2020 di Kemenhan diprediksi dapat memusnahkan mimpi Ketua Umum (Ketum) Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berlaga dalam Pilpres 2024. Terlebih jika proyek bernilai lebih dari dua triliun itu berujung mangkrak dan melanggar aturan hukum.
“Kemunginan itu bisa saja terjadi (memusnahkan mimpi Prabowo Subianto menjadi calon presiden). Sebab proyek itu ada di Kemenhan dan pa Prabowo menterinya,” ujar Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto kepada wartawan.
Diketahui Prabowo diusung oleh Partai Gerindra sebagai capres setelah ditetapkan melalui rapimnas. Penjajakan politik terus bergulir hingga saat ini. Teranyar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berkoalisi dengan Gerindra. Meski belum diputuskan siapa yang bakal diusung sebagai Capres dan Cawapres, sejumlah partai lain diklaim bakal bergabung dalam koalisi ini.
Dalam tensi politik yang akan terus memanas, pihak yang bersebrangan atau lawan politik bakal memanfaatkan hal tersebut. Belum lagi, sambungnya, tingkat kepercayaan publik menurun jika proyek di kementerian yang digawangi Prabowo Subianto itu berujung rasuah.
“Kalau ini terjadi bisa jadi menurunkan tingkat kepercayaan publik. Ini menjadi catatan penting,” kata dia.
Kemhan diketahui saat ini sedang membangun dua kapal OPV dengan kode Hull 406 dan 411 dengan nilai proyek lebih dari 2 triliun rupiah. Pembangunan kapal yang diperuntukan untuk TNI AL ini dilakukan sebuah perusahaan galangan kapal di Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Sumatera.
Kapal OPV Hull 406 dengan nomor kontrak: TRAK/51/PON/IV/2020/AL tertanggal 16 April 2020 bernilai Rp 1.079.100.000.000. Sementara Kapal OPV dengan nomor kontrak: TRAK/55/PDN/IV/2020/AL tertanggal 30 April 2020 bernilai Rp 1.085.090.000.000.
Pembangunan dua kapal ini disebut-sebut berpotensi bermasalah dan mangkrak. Indikasinya, hingga pertengahan Maret 2023 ini, progres pengerjaan pembangunan kapal tersebut belum mencapai 35 %. Sehingga penyerahan kapal tersebut dari rencana awal kontrak akan dilakukan pada 2023, meleset.
Kemudian rencana penyerahan kapal dirubah menjadi tahun 2024. Namun, disinyalir target tersebut kemungkinan juga akan meleset.
Indikasi lainnya, perusahaan pembangunan kapal tersebut hingga Desember 2022 diduga telah melakukan penarikan termin pembayaran dengan nilai total sebesar Rp 859.100.000.000 dari proyek OPV Hull 406. Panarikan didasarkan pada laporan kemajuan pekerjaan (progress) yang diklaim sudah 75 persen. Padahal, progres pembangunan kapal tersebut sampai pertengahan Maret 2023 baru mencapai 35 persen.
Ditenggarai tak jauh berbeda juga atas proyek OPV Hull 411. Dimana disebut-sebut telah dilakukan penarikan sebesar Rp 531.650.000.000 dengan klaim progress proyek sudah 35 persen. Padahal, progres riil-nya masih jauh dari yang diklaim.
Sehingga total jumlah dana yang ditarik berdasarkan progres yang diduga fiktif itu seluruhnya sudah mencapai Rp 1.390.750.000.000. Penarikan termin pembayaran yang dilakukan adalah suatu jumlah yang sangat besar dibanding dengan kemajuan pekerjaan fisik yang sebenarnya.
Informasi teranyar, perusahaan yang memproduksi kapal tersebut pada akhir Januari 2023 dalam status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara. Kemudian, April 2023 tersiar kabar terkait pelaksanaan pensiun dini seluruh karyawan perusahaan tersebut.
Sebelumnya dalam sejumlah pemberitaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diminta untuk ikut mengawasi proyek pengadaan tersebut. Dengan demikian, pengadaan proyek itu menjadi sorotan.
Apalagi, KPK saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan material untuk kapal angkut tank TNI AL di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2018. KPK menduga negara dirugikan akibat perbuatan rasuah tersebut. Terkait kasus itu, lembaga antikorupsi dikabarkan sudah menetapkan beberapa tersangka.
Tinggalkan Balasan