Jakarta – Komnas Ham akhirnya buka suara terkait desakan publik atas peristiwa kebrutalan suporter The Jakmania terhadap enam anggota Kepolisian. Apalagi kondisi Brigadir (Pol) Hanapi yang menjadi korban anarkisme The Jakmania masih kritis dengan bola mata sebelah kirinya pecah dan terbaring lemah di RS Polri Kramatjati, Jaktim.
Komnas Ham pun menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas tindakan kekerasan warga yang diduga suporter salah satu club sepak bola tanah air kepada anggota Kepolisian.
“Komnas HAM menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas kembali terulangnya peristiwa kekerasan di tanah air, apalagi ini terjadi di bulan Ramadhan. Semoga keluarga korban tabah dalam menghadapinya,” ungkap Komisioner Komnas Ham Manager Nasution, Selasa (28/6/2016).
Lebih lanjut, Manager mengatakan Komnas HAM mendorong Kepolisian untuk memproses kasus tersebut secara transaparan dan profesional sesuai hukum yang berlaku, siapa pun pelakunya.
“Pengurus persepakbolaan tanah air agar tidak hanya pintar memobilisir warga untuk mendukung club-nya, tapi juga memberikan edukasi agar mereka menjadi bagian integral dari club yang taat hukum. Nama baik club antara lain juga ditentukan oleh perilaku suporternya,” terang dia.
Hal senada juga dilontarkan Komisioner Komnas Ham lainnya Dianto Bachriadi juga ikut mengutuk perilaku kekerasan The Jakmania tersebut.
“Saya mengutuk perilaku kekerasan suporter Jakmania tersebut,” tegas Dianto.
Namun, Dianto mengaku pihaknya tidak bisa mengusut pelanggaran hamnya yang menimpa anggota Polisi yang jadi korban tersebut. Sebab, kata dia, pelanggaran ham adalah sejenis pelanggaran oleh negara terhadap hak-hak warga. Biasanya pelanggaran tersebut dilakukan oleh aparatur penyelenggara negara, termasuk aparat kepolisian selaku aparat penegak hukum.
“He he … tampaknya memang ada yang perlu diluruskan dalam pemahaman publik tentang pelanggaran ham ini,” kata dia.
Dijelaskan dia, ada aturan-aturan hukum ham yang mengatur soal tidak boleh aparat Kepolisian menggunakan cara-cara kekerasan seenaknya saja atau melakukan tindakan penyiksaan dalam proses pemeriksaan dsb. Jika ditemukan hal-hal semacam itu, maka komnas ham pasti segera bersuara mengingatkan pihak kepolisan akan adanya pelanggaran ham atau potensi pelanggaran ham dalam tindakan-tindakan tersebut.
“Soal suporter yang menganiaya petugas, maka itu jelas sekali wilayahnya adalah tindakan kriminal. Maka gampang saja memprosesnya cari pelakunya lalu cukupkan buktinya, jika cukup dan terbukti, tinggal dipidanakan saja. Karena suporter Jakmania bukan bagian dari negara juga bukan aparatus negara, maka hukum ham tidak bisa diberlakukan dalam kasus penganiyaaan tersebut, dan tindakan suporter itu tidak masuk dalam kategori pelanggaran ham,” beber dia.
Ia menambahkan pihaknya tidak akan berteriak soal terlanggarnya hak-hak petugas/aparat kepolisian yang sedang bertugas.
“Itu murni tindakan pidana,” tandasnya.
Sebelumnya, desakan itu muncul dari reaksi netizen yang ramai melalui viral dan dari massa tergabung dalam Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) yang menyesalkan belum adanya reaksi dari Komnas Ham terkait insiden tersebut. Ketua Dewan Presidium Jari 98 Willy Prakarsa mengatakan Polisi juga manusia biasa dan warga negara Indonesia yang haknya harus dilindungi, jangan cuma kerap teriak keras disaar teroris meninggal oleh petugas.
“Komnas Ham jangan diam saja dan bisu lihat peristiwa ini. Jangan sampai publik ikut-ikutan kecam,” kata dia.
Jika belum ada respons dari Komnas Ham, Willy pun mendorong dan meminta publik mendukung agar Komnas Ham dibubarkan dan diganti dengan Komnas Pancasila. Menurut Willy, masyarakat Indonesia tidak mengenal keberadaan Komnas Ham hasil produk impor dari asing, keberadaan Komnas Ham hanya sebatas menjalankan order pesanan tertentu.
“Jika Komnas Ham benar keberadaannya tidak membawa manfaat yang berarti bagi rakyat, maka idealnya bentuk Komnas Pancasila yang jauh lebih beradab dan manusiawi. Jadi tidak ada salahnya keberadaan Komnas Ham layak dibubarkan,” terang dia.
Tinggalkan Balasan