Jakarta – Serangan teroris di salah satu ruas jalan M.H. Thamrin, Jakarta, pada Januari lalu memunculkan produk ikonik yang kini lantas menjadi bagian dari budaya populer. Produk itu pada awalnya menjadi pengetahuan khalayak luas lewat perantaraan foto atau video yang menyebar di akun-akun media sosial atau kanal media massa.
Menyusul maraknya pemakaian produk termaksud oleh masyarakat, pihak kepolisian diwartakan sempat merilis larangan penggunaannya. “Kapolri melarang pengenaan pakaian Turn Back Crime bagi warga sipil karena pakaian tersebut sering disalahgunakan untuk memperlancar tindak kejahatan,” Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Lampung, AKBP Sulistyaningsih, Senin (23/5).
Menurut Sulistyaningsih, pernyataannya itu berdasar atas surat larangan yang ditandatangani Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Badrodin Haiti.
Namun, pihak yang dirujuk oleh Sulistyaningsih menyangkal ihwal pelarangan. “Saya tidak pernah mengatakan begitu. Itu hoax,” ujar Badrodin Haiti pada Selasa (24/5) dikutip Sindonews.
Jenderal polisi yang masih belum mendapatkan kejelasan mengenai kelangsungan jabatannya itu mengatakan slogan Turn Back Crime punya justru dampak positif. Pasalnya, “setiap orang (yang memakai produk bertulisan) Turn Back Crime” menggugah pembacanya bahwa “setiap kejahatan harus diperangi.”
Dilansir oleh laman Interpol biro Indonesia, kampanye kepedulian mondial terhadap kejahatan dengan slogan demikian memang membidik masyarakat umum, selain kalangan bisnis dan instansi pemerintah. Dengan meluncurkan gerakan tersebut, diharapkan masyarakat lebih peduli dan sadar terhadap kejahatan yang terjadi di sekitarnya.
Dalam laman resminya, Interpol mengalasi kampanyenya dengan melihat fakta bahwa jejaring kejahatan terorganisasi berada di balik banyak komoditas selundupan seperti barang, obat palsu, narkoba, senjata, bahkan manusia. Kejahatan-kejahatan yang mencakup hal-hal tersebut–serta kebusukan lain yang terlihat tidak saling berkait seperti pidana siber, penipuan, kejahatan terhadap anak, dan korupsi di industri olah raga–sesungguhnya justru saling bertaut. Soalnya, laba dari satu sektor bakal dimanfaatkan untuk mendanai sektor lain.
Karena salah satu pihak yang disasar adalah masyarakat umum, Interpol pun menunjuk sosok kesohor seperti bintang film Jackie Chan dan Shah Rukh Khan menjadi dutanya.
Tidak hanya itu, demi menggapai warga di ranah maya, kampanye juga diluncurkan lewat akun Twitter, Facebook, dan Instagram.
Ketika ditunjuk sebagai duta, Shah Rukh Khan mengutip Mahatma Gandhi: ” Tak satu pun di bumi yang patut kutakuti. Saya cuma harus takut kepada Tuhan. Saya tidak boleh memusuhi orang lain. Saya tidak boleh menyerah atas ketidakadilan. Saya harus menaklukkan dusta dengan kebenaran. Dan dalam menampik dusta, saya harus menanggung segala derita, jika itu memang diharuskan.”
Pada 2015, kampanye Interpol ini meraih penghargaan dari Global Anti-Counterfeiting Group (GACG). Saat menerima apresiasi tersebut, direktur kampanye Roraima Andriani mengatakan bahwa “keberhasilan kampanye Turn Back Crime adalah buah dari upaya bersama yang dilakukan secara internasional.”
Di Indonesia, tren adopsi slogan Turn Back Crime berhubungan erat dengan peran Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti, yang bersama anak buahnya mengenakan seragam bertulisan jargon tersebut saat berjibaku di jalan M.H. Thamrin.
Dilansir Kompas, gaya busana menurutnya bakal turut mengubah wibawa, karakter, dan citra polisi di mata masyarakat. “Polisi sastu-satunya institusi yang setiap hari masuk media televisi. Kalau pengungkapan (kasus) bagus, penampilan tidak bagus, akan percuma. Jadi, keduanya harus bagus,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan