Samarinda – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah (KDP) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, menjadi narasumber dalam Rapat Kerja Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT) tahun 2024, yang dilaksanakan pada hari Selasa (10/09/2024), di Samarinda, Kalimantan Timur.
Benny, sapaan akrabnya, membuka dengan sebuah ucapan syukur atas kekayaan alam Kalimantan yang berlimpah ruah.
“Kita bersyukur bahwa masyarakat Dayak diberi rahmat yang besar, kekayaan alam yang luar biasa. Ini bukan hanya modal ekonomi; alam memberikan juga filosofi kehidupan yang menyatu dengan alam. Inilah kekayaan budaya masyarakat Adat,” tuturnya.
Dia pun menyatakan kesedihannya, sejarah Indonesia memberikan cerita bahwa masyarakat Dayak sering dikesampingkan di tempatnya sendiri.
“Dari pemerintah Orde Baru, masyarakat Dayak kerap kali dikesampingkan. Padahal, masyarakat Dayak sangat terbuka dengan pendatang baru. Inilah yang miris.”
Staf Khusus KDP BPIP ini menyatakan bahwa pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) membuka sebuah kesempatan bagi masyarakat Dayak.
“Tetapi bagaimana untuk memanfaatkan kesempatan ini? Masyarakat Dayak harus membangun posisi daya tawar, agar menjadi setara dan dianggap oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Untuk apa? Untuk mendapatkan posisi dimana masyarakat Dayak mendapatkan kesempatan untuk menikmati pembangunan, bukan cuma jadi penonton di pinggir.”
Pakar komunikasi politik tersebut menyebutkan penggunaan media sosial dan digital untuk menaikkan daya tawar.
“Media sosial, media digital, mempengaruhi kebijakan, membentuk opini publik, dan juga memberikan tekanan terhadap pemerintahan. Paguyuban ini, mari ikut perkembangan zaman, ikuti juga persoalan nasional dan global, agar bisa menerjemahkan untuk perumusan kebijakan,” jelasnya.
Pendidikan, cetusnya, juga harus menjadi perhatian.
“Siapa yang menguasai ilmu pengetahuan, dia menguasai dunia. Modal-modal yang dimiliki harus bisa, dikelola oleh paguyuban, untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan timpang menciptakan gap dalam pembangunan. Hal ini disebabkan kurang adanya political will dari pemerintah,” katanya.
Benny pun mengemukakan apa yang dikatakan Paus Fransiskus dalam kunjungannya ke Indonesia lalu.
“Paus menekankan keadilan dan pemerataan harus dilakukan. Sumber daya alam harus menjadikan kesejahteraan. Persoalannya, masyarakat Dayak tidak menikmati sumber daya alam kita, oleh karena itu masyarakat terpinggirkan.”
Budayawan ini menyatakan bahwa mendapatkan daya tawar, masyarakat lokal dapat menawarkan sumber daya alam yang luar biasa di Kalimantan, terutama dalam pembangunan IKN.
“Alam yang luar biasa ini, harusnya, menjadi daya tawar, untuk kepada setiap kepala daerah. Paguyuban harus dapat merumuskan rencana kerja yang memberikan daya tawar tersebut, sehingga kepala daerah dan pemerintah dapat memberikan pendidikan putra daerah yang memadai dan mumpuni. Juga, masyarakat harus melek politik, masuk ke kekuasaan, untuk bisa menjadi penentu dan membawa daya tawar tersebut. Manusia bisa menggunakan kekuasaannya untuk kesejahteraan, ini yang harus diingat dan diperhatikan. Pendidikan pun juga bisa diperhatikan, dengan ada daya tawar ini.”
Benny pun menutup dengan sebuah pernyataan.
“Keberhasilan pembangunan bisa terjadi kalau orang lokal dilibatkan. Mari bertobat untuk bersinergi, menata ekosistem alam dengan mengamalkan sila kedua dan kelima Pancasila: kemanusiaan dan keadilan sosial. Gotong royong, untuk membangun ‘daya tawar’ bersama-sama, dengan pembangunan pendidikan dan melek politik, serta menggunakan media sosial untuk membangun kesadaran publik. Masyarakat Dayak pun tidak hanya menjadi penonton di negerinya sendiri, tetapi terlibat langsung dengan memberikan kearifan lokal dengan kesejahteraan dan keadilan sosial menjadi tujuan.”
Tinggalkan Balasan