Jakarta – Pemanggilan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi pada Kamis (7/9/2023), disebut tidak mengejutkan bagi Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto. Pasalnya, tanggal pemanggilan KPK pun jauh sebelum deklarasi pasangan bakal Capres-Cawapres Partai Nasdem dan PKB.
“Tidak mengejutkan jika KPK tiba-tiba diberitakan seolah-olah memanggil Cak Imin setelah deklarasi. Namun, jika menilik tanggal pemanggilan, minimal surat sampai ke tangan terperiksa apalagi saksi itu seminggu sebelum waktu pemeriksaan.” tegas Hari, Jumat (8/9/2023).
Sebagai informasi, KPK melayangkan surat pemanggilan ke Cak Imin pada 31 Agustus 2023 untuk jadwal pemeriksaan pada 5 September 2023. Namun karena berhalangan hadir, KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan pada Kamis, 7 September 2023. Sedangkan deklarasi pasangan Anies Baswedan – Cak Imin diselenggarakan pada Sabtu, 2 September 2023.
“Ini justru bisa diartikan, KPK sudah melayangkan surat panggilan sebelum deklarasi. Bahkan mungkin sebelum Cak Imin jumpa petinggi Nasdem untuk membahas koalisi.” tandas Hari.
Hari bahkam menilai hal ini tak jauh berbeda dengan yang dialami Anies Baswedan sebagai Bacapres Nasdem. Bagi Hari, Anies tampaknya tak punya pilihan kecuali bersama Nasdem dan tunduk pada arahan Nasdem.
“Kita tak boleh lupakan, kalau Anies pun ada persoalan dengan KPK. Dia pernah diperiksa sebagai saksi untuk perkara di KPK. Kasus korupsi pengadaan tanah Pemda dan Kasus Formula E.” ujar Hari.
Khusus untuk Formula E, Hari mengingatkan bahwa kasus ini masih menggantung di KPK. Belum terdengar lagi pemeriksaan untuk kasus ini. Padahal menurut dia kasus ini tergolong terang benderang.
“Dalam hal ini, kita tidak boleh berspekulasi kalau KPK berpolitik dalam melakukan pemeriksaan terhadap Cak Imin. Bahkan jika kemudian memutuskan untuk memeriksa Anies Baswedan. Secara fakta hukum, memang kasusnya ada dan perlu dikembangkan dengan memanggil yang bersangkutan.” bebernya.
Ia pun menyinggung pihak-pihak yang mengatakan KPK berpolitik karena memeriksa Cak Imin.
“Lucu, ternyata keduanya adalah pihak yang sama yang mengatakan Jaksa Agung berpolitik karena menerbitkan Perja untuk menunda sementara pemeriksaan terhadap peserta pemilu, baik Caleg maupun Capres/Cawapres. Yang mana jeda itu sejak penetapan DCT hingga usai pencoblosan. Khusus Capres/Cawapres sampai usai pencoblosan kedua (jika ada).” ungkap Hari.
Ia pun mempertanyakan standar hukum yang dipakai. Apakah kita bisa mengatakan aparat penegak hukum berpolitik jika memeriksa atau tidak memeriksa peserta pemilu? Mungkin juga mereka akan menuding APH berpolitik sepanjang yang diperiksa adalah gerbong mereka.
“Padahal penegak hukum justru harus bekerja cepat untuk membongkar kedok para Capres/Cawapres agar rakyat tidak terlanjur memilih musang berbulu domba. Penegak hukum harus dan wajib segera memprosesnya, agar terjadi demokrasi sehat dan rakyat tidak salah pilih.” tegas dia.
“Jangan pilih koruptor.” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan