Malaysia – Pengamat terorisme asal Malaysia, Ahmad El-Muhammady, mengingatkan soal upaya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS, IS, NI, atau Daesh) meningkatkan kehadirannya di wilayah Asia Tenggara.

Peningkatan aktivitas ISIS di Asia Tenggara, kata Ahmad, dipicu menyusutnya kekuatan mereka di Irak dan Suriah.

“Daerah yang dikendalikan ISIS menyusut dan ini memiliki dampak psikologis pada mereka. Bahkan di antara pejuang siber mereka, muncul pertanyaan soal apa yang akan terjadi sekarang,” kata penasihat Kepolisian Kerajaan Malaysia dalam soal tahanan terorisme itu, dikutip Chanel News Asia, Rabu (3/8).

Guna mempertahankan dukungan, kata Ahmad, ISIS perlu keluar dari wilayah yang selama ini mereka kuasai. “Mereka harus pergi ke lingkar kedua konflik, yaitu negara-negara tetangga mereka. Atau lingkar ketiga konflik, yakni Asia Tenggara,” ujar Ahmad.

Mei 2016, Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyebut bahwa ISIS telah kehilangan 45 persen wilayah mereka di Irak, dan sekitar 16-20 persen di Suriah.

Ahmad pun mengingatkan soal perlunya mewaspadai para militan ISIS asal Asia Tenggara, yang telah kembali ke kampung halaman mereka.

“Ketika mereka kembali ke kampung halamannya, mereka akan membawa ideologi mereka, keahlian, dan pengalaman dalam perang. Mereka ingin melakukannya (berperang) di sini,” kata pakar yang telah mewawancarai lebih dari 50 tahanan kasus terorisme itu.

Sinyal aktivitas ISIS

Laporan NBC News (13 Juli 2016) juga menyinggung soal penurunan jumlah warga asing yang menjadi militan ISIS di Irak dan Suriah.

Saat ini, diperkirakan tinggal 12 ribu warga asing yang berjuang bersama ISIS. Angka itu mengalami penurunan hingga setengah dari jumlah yang terdeteksi pada setahun silam.

Pakar terorisme asal AS, Malcolm Nance juga mengatakan hal yang senada dengan Ahmad. Nance mengibaratkan mundurnya kekuatan ISIS telah menghasilkan efek bola merkuri. “Anda menginjak bola merkuri, dan semua potongannya pecah, serta menyebar ke seluruh dunia.”

Adapun lembaga analis keamanan intelijen, Soufan Group (2015), memperkirakan ada 1.000 militan asal Asia Tenggara yang bergabung dengan ISIS. Rinciannya: 700 orang Indonesia, 100 warga Malaysia, dan 100 orang Filipina. Militan dari Indonesia dan Malaysia bahkan membentuk unit khusus bernama Katibah Nusantara (Satuan Tempur Nusantara).

Patut diingat, November 2015, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso menyebut ada lebih dari 100 militan ISIS yang telah kembali ke Indonesia.

Dugaan soal peningkatan aktivitas ISIS di Asia Tenggara juga tak berlebihan. Paling tidak, kita bisa melihat sejumlah ancaman dan aktivitas mereka.

Sebagai misal, ancaman terlihat dalam video propaganda ISIS yang melibatkan anak-anak dari Indonesia dan Malaysia. Contoh lain, Ramadan silam, beredar koran propaganda ISIS dalam bahasa melayu di sejumlah wilayah Asia Tenggara.

Aksi teror yang terjadi di wilayah Asia Tenggara juga laik menjadi sinyal. Untuk menyebut contoh, 14 Januari 2016, tujuh orang meninggal dalam serangan ISIS di kawasan Thamrin, Jakarta, Indonesia. Pada 28 Juni 2016, aksi teror menyasar sebuah kelab malam di Puchong, Selangor, Malaysia. Delapan orang terluka dalam peristiwa itu.

Beragam sinyal itu laik diperhatikan, lebih-lebih bila mendengar pernyataan dari Kepala Polri, Jenderal Tito Karnavian.

Tito mengakui adanya kemungkinan konsolidasi kekuatan pendukung ISIS di Asia Tenggara. Bersatunya kelompok itu, kata Tito, bisa dilihat lewat kemiripan karakteristik teror yang terjadi di Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

“Ada kemungkinan kelompok teroris sekarang ini sudah terkoneksi. Terutama kelompok pendukung ISIS,” kata Tito, seperti dilansir Kompas.com, Rabu (3/8/2016). Menurut Tito, guna menangkal kelompok teroris itu dibutuhkan kerja terpadu antar-negara Asia Tenggara.

Temukan juga kami di Google News.