JAKARTA – Ketua Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) Rahmat Himran menyebut ada kepentingan politik di balik kasus intoleransi yang terjadi di Minahasa dan Karimun. Ia mengaku sudah mengecek langsung ke lapangan. Menurutnya, ada aktor politik yang bermain menjelang Pilkada 2020.

“Saya sudah datang ke sana dan melakukan penelusuran. Intoleransi ini setelah ditelusuri ternyata ada unsur kepentingan politik. Karena di situ ada pilkada 2020,” kata Himran dalam Diskusi Publik bertema “Mengurai Benang Kusut Kebebasan Beragama Kita” yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa Universitas Paramadina, Kamis (20/2/2020).

FUIB sendiri merupakan salah satu ormas Islam yang terlibat dalam penolakan pembangunan gereja di Karimun. Himran mengakui, pengurus FUIB di daerah termakan oleh isu mainan aktor politik ini.

“Pengurus FUIB di Karimun juga justru termakan isu yang dimainkan aktor politik,” akunya.

“FUIB salah satu ormas yang menolak (pembangunan gereja Karimun). Saya diundang gubernur untuk penyelesaian. Saya datang, dalam 2 hari selesai. Ternyata ada tokoh politik cari panggung yang menunggangi isu ini untuk kepentingan politik 2020,” imbuhnya.

Dari kasus tersebut Himran berpandangan bahwa kasus-kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia bukan semata-mata karena ideologi dan pemahamana keagamaan.

“Tapi karena kepentingan politik,” ujarnya.

Ia sepakat, kebebasan beragama harus dijunjung tinggi agar kerukunan umat beragama terus terjaga.

“Islam mengatakan lakum dinukum waliyadin, agamamu agamamu, agamaku agamaku. Kecuali dalam persoalan aqidah,” tutur Himran.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti. Menurutnya, Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan.

“Islam mengajarkan tidak boleh orang ditindas atas dasar agama,” kata Ray.

Ia mencontohkan sikap Khalifah Umar bin Khattab yang menjamin kebebasan beragama melalui Piagam Yerusalem.

“Di Piagam Yerusalem tidak boleh ada tempat ibadah apapun yang dirobohkan,” tukasnya. []

Temukan juga kami di Google News.