JAKARTA – Rencana Korlantas Polri menerbitkan surat izin mengemudi (SIM) pintar atau smart SIM menuai kritik. Ketua Gerakan Pemerhati Kepolisian (GPK) Abdullah Kelrey meminta agar Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengkaji kembali layanan smart SIM yang bakal diterbitkan melalui kerjasama dengan BNI.

Dullah sapaan akrabnya itu, tak ingin smart SIM dijadikan ajang mengumpulkan uang dan berpotensi menyulitkan masyarakat. Jika demikian terjadi, maka sebaiknya dibatalkan.

“Kebijakan SIM Smart sebaiknya dikaji dulu, agar tidak ada tudingan dijadikan alat untuk mengumpulkan dana dari masyarakat,” kata Dullah, Rabu (28/8/2019).

Dia menilai janggal jika SIM yang seharusnya jadi syarat mengemudi juga dijadikan alat transaksi yang didalamnya butuh saldo. SIM itu berfungsi sebagai alat menarik uang masyarakat.

“SIM pintar untuk mengumpulkan dana masyarakat,” ujarnya.

Polri, lanjut dia, seharusnya lebih fokus terhadap kualitas penerbitan SIM dan mendorong masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas.

“Jadi kualitas SIM yang baik bukan karena bisa digunakan untuk membayar tol atau belanja, seperti fungsi SIM smart yang akan segera diluncurkan oleh Korps Lantas Polri,” ujarnya.

Dia menilai jika SIM disatukan fungsinya menjadi uang elektronik itu. Terlebih dikhawatirkan lagi jika starat dapat smart SIM harus menyetor uang dulu ke rekening yang ada di SIM tersebut.

“Selain tidak relevan dengan upaya meningkatkan kualitas SIM, juga ada unsur pesanan dan potensi menyulitkan masyarakat. Sebab, tidak menutup kemungkinan menyetor dana ke rekening yang ada di SIM smart dijadikan syarat untuk memperoleh SIM,” tukasnya.

Temukan juga kami di Google News.