Jakarta – Menteri BUMN Rini Soemarno diminta bersikap dan memberikan teguran terhadap PT. Dok untuk merealisasikan hak-hak buruh yang diduga telah dilanggar selama ini.

Korbid Perburuhan Prodem Dedi Hardianto mengakui sudah terlalu banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang berlabel BUMN, khususnya di bidang kemaritiman, sehingga rakyat Indonesia tidak menganggap Rini sebagai Menteri yang pro dengan ketidakadilan dan marjinalisasi terhadap buruh di bawah kepemimpinannya.

“Menteri BUMN Wajib Hentikan Marjinalisasi Buruh Di PT. DKB (Persero),” ungkap Dedi, hari ini.

Dijelaskan dia, PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) (DKB) merupakan perusahaan pelat merah yang didirikan pada tahun 1990, adalah hasil merger dari 4 industri galangan kapal yang terpadu untuk meningkatkan kinerja. 4 (empat) industri galangan kapal tersebut adalah PT Dok & Perkapalan Tanjung Priok (Persero) berdiri tahun 1891 dan PT Kodja (Persero), PT Pelita Bahari (Persero) dan PT Dok & Galangan Kapal Nusantara (Persero) yang ketiganya berdiri pada tahun 1964.

Tujuan digabungkannya 4 industri galangan kapal ini tentu saja untuk memperkuat sistem maritim dan perdagangan laut Republik Indonesia. Perusahaan yang berada di bawah naungan Menteri Rini Soemarno ini tadinya diharapkan mampu menjadi sumber pemasukan negara dan tentu saja contoh bagi perusahaan sejenis.

“Akan tetapi, tampaknya jauh panggang dari api, PT. Dok merupakan perusahaan yang gemar terlilit hutang, seperti hutang ke Kementerian Keuangan sebesar Rp. 1,25 Triliun yang terbagi atas sustainable debt sebesar Rp. 75 Miliar dan sustainable debt sebesar Rp. 1,25 Triliun,” kata Dedi.

Selain itu, kata dia, perusahaan ini kabarnya akan merestrukturisasi besaran utang yang mencapai Rp. 2,.092 Triliun. Lanjut dia, perusahaan yang beralamat di Jl. Sindang Laut No.101- Cilincing, Jakarta Utara ini selain gemar berhutang, gemar pula memarjinalisasi buruhnya, hal ini terkait dengan banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan PT. Dok. Seperti buruh yang statusnya kontrak terus menerus, pelanggaran upah, tunggakan gaji dan lembur, serta tidak diikutsertakannya buruh menjadi peserta BPJS yang sifatnya wajib.

“Masalah ini terkuak berdasarkan Nota Pengawasan Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotamadya Jakarta Utara No:2092/-1.3838,” ujarnya.

Selain nota Dinas tersebut, tambah Dedi, permasalahan PT. Dok juga telah 2 kali dilaporkan melalui surat kepada Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia (Kemnaker RI), dan 3 kali surat kepada Kementerian BUMN oleh Federasi KUI KSBSI, pemerintah tampaknya sejalan dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh PT. Dok, yakni dengan tidak merespon permasalahan buruh yang terjadi di perusahaan naungan BUMN tersebut.

“Melihat situasi dan rumitnya permasalahan tersebut, tampaknya opsi yang bisa diambil buruh hanya 1, yakni turun ke jalan dan menyuarakan nasibnya agar seantero Republik mengetahui bahwa di PT. Dok BUMN nasib buruh terlunta-lunta, dengan banyaknya hak buruh yang dilanggar oleh perusahaan,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.