Dunia mengakui bahwa polisi adalah seksi dan menarik untuk dibahas dari sudut apapun. Polisi sangat diperlukan keberadaanya untuk menjaga peradaban manusia itu sendiri, mulai dari bangun tidur sampai manusia itu tertidur dan bangun kembali esok hari. Mungkin boleh ada Negara yang tidak punya Pasukan untuk berperang tapi tidak ada negara yang tidak ada polisi nya, mengapa? Karena salah satu hak asasi manusia yang utama merasakan aman dan nyaman dalam keteraturan sosial nya.
Namun pembahasan kita saat ini fokus pada alasan mengapa kepolisian memerlukan teknik melakukan negosoasi dalam melaks fungsi dan perannya di masyarakat yang cenderung dinamis dan sesuai pangsa pasar, layaknya pertumbuhan ekonomi, jadi polisi juga harus pahami ini.
“The good cop, bad cop
negotiation strategy is common in sales negotiations and other competitive contexts. “
Dalam negosiasi polisi baik, polisi jahat, dua individu atau pihak, yang bekerja sebagai satu tim, memberikan serangkaian penghargaan dan hukuman dengan tujuan memperoleh keuntungan atas rekan mereka.

Teknik ruang interogasi yang terkenal dalam penegakan hukum, strategi negosiasi polisi baik, polisi jahat dalam dunia bisnis melibatkan satu “polisi” yang bertindak dalam “cara yang mengancam, bermusuhan, dan kasar,” sementara yang lain mengadopsi “cara yang tidak mengancam, ramah, dan simpatik,” tulis Curtis H. Martin dalam Nonproliferation Review.
Negosiator yang “baik” bertujuan untuk memperoleh kepercayaan target dan memenangkan konsesi, jangan sampai target terjebak dengan tawaran yang tidak menarik dari negosiator yang tangguh. Negosiasi polisi baik, polisi jahat menimbulkan tantangan yang cukup besar dalam negosiasi dan tawar-menawar.
Setiap organisasi seperti kepolisian akan memiliki pemimpin yang juga bertindak sebagai manager agar organisasi tersebut dapat berjalan sesuai arah kompas dan manajer tersebut dapat mempengaruhi awak organisasi untuk menjalankan visi misi nya.
Ketika masyarakat menginginkan polisi nya sesuai dengan peradaban manusia/masyarakat tersebut maka polisi baik sebagai individu maupun organ/lembaga harus segera beradaptasi.
Suka tidak suka,mau tidak mau ya harus laksanakan itu. Itulah dalam kehidupan masyarakat sipil yang junjung tinggi supremasi sipil akan utamakan kepentingan masyarakat sipil/civilian society.
Fokus yang sub fokus saat ini adalah tentang masalah hukum yang sering jadi polemik dan butuh kepastian hukum. Bila bicara hukum dlm masy maka polisi tidak bisa bias ataupun labil, maka di butuhkan upaya negosiator yang tegas.
Pembaca silakan bisa menilai mana yang lebih efektif,
Karena….
A good cop, bad cop negotiation poses considerable challenges in negotiation and bargaining.
Dalam satu percobaan, peneliti Susan Brodt dari Universitas Duke dan Maria Tuchinsky dari INSEAD menemukan bahwa strategi negosiasi polisi baik, polisi jahat bisa sangat efektif dalam membantu pihak-pihak mengklaim nilai dari target mereka—tetapi hanya jika polisi jahat memulai negosiasi dan polisi baik mengikutinya.
Sub fokus yang bisa di ambil sbg contoh adl tentang penerapan Hukum Progresif..
Direktur Satjipto Rahardjo Institute, Prof. Suteki, mengatakan tak mudah menjawab hukum progresif per definisi karena ia adalah hukum yang terus berkembang. Almarhum Prof. Tjip menyebut hukum itu berkualitas sebagai ilmu yang senantiasa mengalami pembentukan, legal science is always in the making.
Hukum progresif adalah gerakan pembebasan karena ia bersifat cair dan senantiasa gelisah melakukan pencarian dari satu kebenaran ke kebenaran selanjutnya.
Hukum progresif memang telah berkembang sedemikian rupa sejak Satjipto Rahardjo menggagasnya. Gagasan itu pertama-tama didasari keprihatinan terhadap kontribusi rendah ilmu hukum di Indonesia untuk mencerahkan bangsa keluar dari krisis, termasuk krisis di bidang hukum.
Menyitir pendapat pakar hukum tersebut, maka realisasi yang terasa saat ini adalah polisi dapat secara cepat dan responsif mengakomodir harapan masyarakat tentang keadilan. Salah satu yamg terpopular saat ini adl Restorative Justice (RJ) yang tidak jauh dari bentuk lain Alternative Dispute Resolution ( ADR) dalam upaya solutif.
Masyarakat sipil terbiasa berbeda pendapat dalam hal merespon bagaimana cara menerapkan hukum progesif di lingkungan nya. Banyak nya pengaruh dari pihak yang berkepentingan akan membuat dilematis dan politis. Menghadapi beberapa persoalan tersebut, kepolisian di manapun akan berupaya menganalisa dan mencari solusi terbaik, melalui para pemimpin/ manajer nya sesuai levelering dan berat ringannya masalah.
Bagaimana peran dari The Good Cop dan Bad Cop pada aplikasi nya di masyarakat adalah melalui negosiasi yang di laksanakan oleh pemimpin atau manajer yang berbeda, satu menjalankan peran sebagai negositor untuk Good Cop dan manajer satu nya menjalankan peran untuk fungsi Bad Cop. Tujuannya bagaimana masyarakat menjadi target untuk dapat bersinergi dengan kepolisian setempat sehinhga masyarakat bisa menerima hukum progresif secara sadar dan patuh hukum.
Strategi ini harus saling mendukung tidak bisa berjalan sendiri karena butuh kepiawaian dr para manajer untuk membaca arah angin dan tujuan hukum itu sendiri.
Bagaimana hukum itu hidup dan di akui keberadaan nya dalam masyarakat , sesuai kebutuhan dan pemahaman masyarakat kepada hukum. Saat ini masyarakat butuh suatu yang progresif di era revolusi industri 4.0 – 5.0 ini.
Kepolisian dimana pun apabila ditantang untuk itu akan akselerasi menuju respon yg adaptif.
Terkadang penerapan Bad Cop untuk tujuan hukum progresif akan lebih efektif bila di dukung oleh suatu strategi yang tepat.
Terima kasih , masih suasana syawal selamat lebaran Mohon maaf lahir bathin🙏🏻🙏🏻🇮🇩
Tulisan :
Brigjen Pol. Hudit wahyudi
Dosen utama Kepolisian Akpol
Tinggalkan Balasan