JAWA BARAT – Organisasi Mahasiswa Kedokteran, Center for Indonesian Medical Student’s Activities (CIMSA) merilis dokumen kebijakan baru terkait dengan efektivitas konsep Keluarga Berencana (KB). Yang mana dokumen kebijakan tersebut diyakini mampu memberikan manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang mengarah pada pengedalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk.

Direktur Bina Akses Pelayanan Keluarga Berencana BKKBN dr. Ruri Mutia Ichwan pun menyambut baik dokumen kebijakan yang dikeluarkan oleh CIMSA. Apalagi dokumen kebijakan tersebut dapat dikolaborasikan dengan stakeholder yang ada, khususnya pemerintah.

Silakan gulirkan ke bawah

“Saya sepakat perlunya keterlibatan berbagai pihak dalam menyusun kebijakan bersama,” kata dr Ruri dalam rilis dokumen dan konferensi pers di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (15/3/2025).

Ia juga menjelaskan bahwa Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN telah membentuk sekolah siaga kependudukan yang mengintegrasikan pendidikan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga ke dalam kurikulum dan kegiatan belajar-mengajar.

dr Ruri menjelaskan bahwa sekolah ini dilengkapi dengan pojok kependudukan dimana setiap civitas akademika dapat mempelajari lebih tentang kesehatan reproduksi dan substansi KB, sehingga materi yang diberikan bisa lebih menyasar dan holistik.

“Mereka juga telah mengupayakan pemerataan akses informasi, terutama bagi sasaran edukasi KB, seperti remaja atau orang berisiko tinggi, melalui pembuatan pedoman mengenai kesehatan reproduksi untuk kelompok rentan dan disabilitas,” terangnya.

Lebih lanjut, ia juga menekankan akan pentingnya liputan media dalam penyebarluasan informasi terkait akses pelayanan KB. Sebab pelayanan KB yang baik turut mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, menjaga kualitas ASI dan mental ibu, terlebih lagi mencegah bertambahnya angka kematian anak dan ibu hamil.

“Untuk itu, diperlukan peningkatan kualitas praktik dokter akan pelayanan KB agar tidak hanya terpusat di Puskesmas,” sambungnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Kesehatan Dewasa dan Reproduksi Kemenkes RI dr. Fida Dewi Ambarsari juga menyampaikan bahwa saat ini masih terdapat banyak tantangan dalam kesehatan reproduksi, seperti obesitas, anemia, dan pernikahan di bawah umur.

Oleh karena itu, dia pun berharap agar CIMSA dapat berkontribusi aktif dalam mengeksplorasi berbagai masyarakat kesehatan yang disebutkannya itu sehingga nantinya dapat dilakukan pendataan dalam rangka meningkatkan dokumen kebijakan yang hendak dikeluarkan.

“CIMSA dapat mengeksplorasi lebih banyak permasalahan sebagai basis data dari pembuatan dokumen kebijakan,” kata dr Fida.

Lantas, ia juga memaparkan bahwa Kemenkes sedang berupaya keras menurunkan angka kematian ibu dan bayi melalui empat strategi utama yang komprehensif. Dimulai dari masa sebelum hamil, Kemenkes memberikan edukasi gizi dan kesehatan bagi remaja putri sebagai persiapan menjadi ibu yang sehat.

Kemudian, pada masa kehamilan, Kemenkes juga berfokus pada pencegahan komplikasi dan pelaksanaan deteksi dini terhadap potensi masalah kesehatan ibu dan janin. Saat persalinan dan masa bayi baru lahir, Kemenkes memastikan tersedianya pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk menekan risiko kematian dan komplikasi.

Keempat strategi ini dijalankan secara terintegrasi untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas.

“Saya memberikan saran berupa upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB, di antaranya peningkatan kebutuhan melalui penyuluhan dan edukasi, peningkatan eksternalisasi melalui media sosial dan influencer, penguatan mutu dan manajemen layanan, serta pemantauan evaluasi,” paparnya.

Hal seirama juga disampaikan oleh praktisi dan konsultan Program Kesehatan Reproduksi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Titeu Hirawati. Dalam kesempatan itu, ia menekankan akan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam menyediakan informasi mengenai akses pelayanan KB.

“Upaya preventif melalui komunikasi, informasi, dan edukasi harus dikupas tuntas dari akar permasalahannya. Salah satu permasalahan yang masih dihadapi adalah stigma masyarakat yang menyatakan bahwa pelayanan KB hanya memerlukan keterlibatan perempuan saja,” terang Titeu Hirawati.

Padahal kata dia, saat ini pun penting pula gender transformation sehingga kaum pria pun dapat lebih terlibat juga di dalam mendukung pelayanan KB.

Selain itu, soal pendidikan terkait kesehatan reproduksi pun perlu diberikan kepada semua elemen siklus hidup dari bayi hingga lansia. Di mana edukasi KB seringkali hanya ditujukan kepada pasangan dan ibu-ibu yang sudah menikah, padahal akses tersebut sangat dibutuhkan, terutama untuk perempuan miskin, masyarakat tereksklusi sosial seperti PSK, dan penyandang disabilitas yang berada di daerah terpencil.

“Saya menyarankan beberapa strategi yang dapat diadopsi di Indonesia, yaitu dengan menerapkan gender mainstreaming dalam layanan dan edukasi kesehatan reproduksi serta optimalisasi layanan konseling KB untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan,’ jelasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Haura Nabilah Faizah yang merupakan Marketing, Campaign, and Advocacy Director CIMSA menyampaikan harapannya agar dokumen kebijakan yang mereka rilis dapat mendorong kolaborasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan akses yang lebih luas dan merata terkait pelayanan KB.

“Akses yang optimal berkontribusi dalam meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi serta berperan penting dalam mendorong kesejahteraan dan kemajuan ekonomi bangsa jangka panjang, sejalan dengan SDGs dalam memerangi kemiskinan,” kata Nabilah.

Selain itu, ia juga menaruh harapan besar bahwa dokumen kebijakan yang dirilis oleh CIMSA mampu meningkatkan keterlibatan pemuda dalam advokasi dan implementasi pelayanan KB dengan terus mengedukasi, memastikan pelayanan yang ramah dan terjangkau, serta menghapus stigma seputar program KB dalam masyarakat.

“Masyarakat yang dihasilkan diharapkan dapat membuat keputusan yang bijak berdasarkan informasi komprehensif dari akses pelayanan KB yang memadai serta membantu menyingkirkan stigma negatif seputar KB dalam upaya meraih kesetaraan gender,” terangnya.

Terakhir, Nabilah juga menyatakan bahwa CIMSA akan terus mengajak organisasi pemerintah, organisasi nonpemerintah, PBB, penyedia layanan kesehatan, institusi pendidikan, pemuda, anggota CIMSA, serta masyarakat untuk memperkuat komitmen partisipasi aktif dalam mewujudkan akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana yang komprehensif.

“Untuk mencapai masyarakat yang sehat dan sejahtera, diperlukan akses informasi yang terjangkau dan konsisten, sehingga dibutuhkan upaya dan evaluasi berkelanjutan dari seluruh pihak,” tukasnya.

“Mari kita melangkah bersama dalam mewujudkan visi Indonesia dengan akses edukasi dan pelayanan kesehatan yang memadai,” pungkas Nabilah.

Temukan juga kami di Google News.