Oleh : Antonius Benny Susetyo

Indonesia, bangsa yang berdiri dan terbentuk atas nilai nilai luhur kebudayaan yang terangkum dalam Pancasila sebentar lagi akan menghadapi tahun politik. Tahun dimana unsur-unsur politik seperti partai, politisi dan para calon pemimpin menggemakan tentang siapa yang paling pantas dipilih dan mengapa masyarakat harus memilih mereka. Dalam masa-masa ini dinamika politik seperti koalisi, kelompok berkuasa atau oposisi, serta peluang diantara para politisi dan partai. Dinamika yang mencuat terkadang tidak diikuti oleh kearifan dari para kontestan maupun para pendukungnya. Pemilu dan Pilkada yang seharusnya menjadi ajang berbagi dan beradu gagasan serta dialektika demi masa depan bangsa yang lebih baik, malah menjadi ajang penebar isu, berita bohong dan materi materi Nirfaedah yang malah mengancam kesejahteraan serta persatuan dan kesatuan bangsa.

Konsep kesejahteraan umum berakar pada perspektif sejarah dan filosofis. Di Yunani kuno, gagasan tentang kebaikan bersama merupakan inti dari filosofi politik Aristoteles, yang berpendapat bahwa tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan semua warga negara. Di Indonesia sendiri, konsep kesejahteraan umum tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar, yang menyatakan bahwa tujuan Republik Indonesia dibentuk adalah untuk “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Namun dalam kontestasi Demokratis yang dilaksanakan melalui Pemilu, tujuan ini terasa semakin menjauh karena Para Politisi dan Partai cenderung sibuk dengan diri mereka sendiri, usaha menarik simpati masyarakat alih alih demi memberikan kesejahteraan, kecerdasan dan ketertiban malah lebih tertuju pada upaya menarik afeksi emosional melalui pendekatan identitas yang memicu perpecahan di masyarakat.

Peta koalisi yang berubah dan dinamis membuat peta pertarungan politik menjelang pemilu 2024 makin memanas. Semua Individu maupun kelompok yang terlibat, masing-masing memiliki Taktik dan Strategi sehingga tidak ada lawan maupun teman yang abadi. Manuver-manuver ini membuat kita jauh dari cita-cita luhur bangsa dan nilai-nilai keadaban berkehidupan yang terangkum dalam Pancasila. Para politisi cenderung menempuh tujuan jangka pendek semata-mata untuk berkuasa bukan jangka panjang dengan pandangan yang lebih luas yaitu bagaimana membangun tata nilai Peradaban Demokrasi Pancasila. Peradaban Demokrasi Pancasila dapat bergerak nyata, hidup dan dinamis ketika para politisi, partai dan semua unsur yang terlibat dalam Pemilu mampu menjadikan Pancasila sebagai etika Politik yang tunduk dan patuh pada nilai-nilai Pancasila. Yaitu nilai-nilai ketuhanan,nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Nilai-nilai tersebut harus dapat diejawantahkan dalam tindakan politik yang memiliki adab.

Para pihak yang terlibat dalam Pemilu seharusnya menyadari bahwa sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Kesejahteraan umum berfungsi sebagai prinsip panduan dalam pengambilan kebijakan, membantu memastikan bahwa keputusan dibuat demi kepentingan terbaik masyarakat. Ketika politisi memprioritaskan kesejahteraan umum, mereka cenderung mendukung kebijakan yang mendorong keadilan dan kesetaraan sosial. Kesejahteraan umum juga merupakan ukuran legitimasi dan akuntabilitas politik. Ketika politisi bertindak demi kepentingan kesejahteraan umum, mereka cenderung dipandang sebagai wakil rakyat yang sah.

Perlu ada perubahan paradigma dari para politisi, partai dan calon pemimpin yang menjadi kontestan dalam pemilu, bahwa memenangkan pemilu tidak semata-mata memenangkan kekuasaan namun membangun suatu kesadaran etis berpolitik bagi seluruh bangsa ini. Bahwa tujuan dari proses demokrasi ini adalah membangun tatanan nilai Peradaban Demokrasi Pancasila dimana adab dan etika berpolitik merupakan suatu hal yang mutlak dalam sebuah Proses Demokrasi demi menjamin kestabilan serta perlindungan bagi seluruh masyarakat dalam menjalankan aktivitas di segala aspek kehidupan dan berujung pada tercapainya kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Maka menjelang Tahun Politik ini sudah seharusnya seluruh pihak yang terlibat dalam Pesta Demokrasi di 2024 dalam berpolitik tidak sekedar do ut des , Quid pro Quo atau bahasa mudahnya anda jual saya beli. Sudah saatnya semua pihak menyadari bahwa berpolitik harus tunduk kepada cita-cita kemerdekaan bangsa yakni tercipta nya masyarakat sejahtera, cerdas , dan dapat berperan penting dalam menjaga perdamaian dunia lewat diplomasi publik dengan menjalankan politik bebas aktif dan memberi rasa aman bagi semua lapisan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan beribadah, hukum yang adil dan tidak diskriminatif, serta membela dan melindungi hak-hak wong cilik, perempuan, anak-anak.

Temukan juga kami di Google News.