Jakarta – Transparency International merilis Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi tahun 2022, anjlok dibandingkan tahun sebelumnya. Banyak stakeholder yang bertanggungjawab dan berperan untuk CPI.
“Silahkan lihat faktor-faktor yang dinilai. Sektor pelayanan publik, perijinan usaha, kepastian hukum, iklim ivestasi, democracy, law enforcement, political dll. Padahal CPI terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 32 point. Waktu itu nggak ada yang ribut termasuk Novel, diam saja. Pimpinan BW, AS kemana saat tahun 2012. Meraka (Novel, BW dan AS) diam saat KPK dikuasai dan dikoptasi kemana,” tegas Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, hari ini.
Menurutnya, pungli di pelayanan publik masih marak, tambang illegal masih menjamur, suap perijinan masih banyak. Urus Ijin usaha masih ada suap. Korupsi di DKI masih banyak dengan modus lebih bayar. Dan itu kan juga bentuk korupsi yang mengakibatkan menurunnya CPI.
“Formula E itu juga korupsi. Jadi kalau betul-betul mereka pemberantas korupsi, dukung KPK ungkap korupsi di DKI. Selama ini DKI dilindungi oleh yang mengaku pendekar pemberantas korupsi. Dan KPK sendiri harus menunjukkan keseriusan,” ujarnya.

Bahkan, lanjut dia, keseriusan tersebut dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan permintaan penghitungan kerugian negara. Dengan KPK menggandeng BPK tidak memerlukan syarat harus dulu tahap penyidikan, bisa juga pada tahap penyelidikan.
“BPK wajib audit penggunaan APBD DKI tahun 2019 khusus Formula E dalam tahap penyelidikan. Tahapan dari penyelidikan menuju penyidikan dalam penanganan korupsi Formula E bisa menjadi salah faktor dominan Corruption Perception Indeksi (CPI),” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan