Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus korupsi penerbitan izin usaha tambang PT Anugerah Harisma Barakah (AHB-) pada 2009-2014.
Setelah gelar perkara, lembaga antirasuah itu segera mengumumkan pemanggilan Gubernur Sulawesi Tenggara selaku tersangka dalam kasus tersebut.
“Setelah laporan kami terima, biasanya akan diadakan gelar perkara, barulah nanti akan segera dilakukan pemanggilan terhadap Nur Alam,” demikian disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Selasa (30/8/2016).
Laode juga mengaku masih belum menemukan dugaan keterlibatan pihak lain yakni beberapa elit parpol maupun mantan Menteri.
“Untuk sementara belum ada,” tuturnya.
Sementara soal dugaan keterlibatan Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi yang telah dicegah keluar negeri pada Jumat kemarin (26/8), Laode juga masih enggan berkomentar.
Lebih jauh, Laode menegaskan pihaknya masih mengumpulkan sejumlah dokumen dari sejumlah lokasi terkait kasus tersebut. Menurutnya, dokumen itu akan digunakan untuk pengembangan penyidikan.
“Sekarang sedang diteliti semua. Sementara fokus kepada Gubernur Nur Alam,” pungkasnya.
Sebelumnya, Nur Alam disangka telah melakukan perbuatan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai gubernur untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
Sejumlah aturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Nur Alam kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) yang diduga sebagai bagian dari modus korupsinya. PT AHB adalah perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Buton dan Bombana, Sultra.
Hasil penyelidikan menduga bahwa ada praktik korupsi berupa penerbitan izin tambangan sejak tahun 2009 hingga 2014. Proses izin tambang selama ini melibatkan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kebijakan yang dikeluarkan Nur Alam kepada PT AHB, yaitu Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan dan Ekplorasi, serta SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Pertambangan Operasi Produksi.
Atas tindakannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Untuk diketahui, Nur Alam adalah kader Partai Amanat Nasional. Dia adalah merupakan petahana Gubernur Sultra setelah sebelumnya menjabat pada periode 2008-2013.
Tinggalkan Balasan