Jakarta – Tersangka kasus korupsi perizinan tambang nikel sekitar 3.000 hektar di Kabupaten Buton dan Bombana yakni Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam ternyata memiliki harta kekayaan yang cukup fantastis nilainya.
Berdasarkan situs LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), jumlah total harta kekayaan Nur Alam sebesar Rp 30.956.084.995. Pelaporan ini tertanggal 15 Oktober 2012.
Rinciannya antara lain, harta tidak bergerak yang menembus angka Rp 22.105.602.000. Sementara tanah dan bangunan itu berada di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Sultra, dan Makassar, Sulawesi Selatan.
Sedangkan harta bergerak mencapai Rp 2.010.000.000. Terdiri dari mobil Nissan Terrano 2001 Rp 150 juta, Toyota Corolla Altis 2003 Rp 100 juta, Suzuki Swift 2008 Rp 110 juta, Mercedez Benz 2008 Rp 800 juta, Toyota Alphard 2006 Rp 350 juta dan Jeep Wrangler 2010 Rp 500 juta.
Nur Alam juga memiliki beberapa usaha yakni PT Rekayasa Inti Kandarindo, hasil sendiri perolehan 1995 Rp 100 juta dan PT Tamakalindo Puri Perkara hasil sendiri perolehan 1993 Rp 125 juta. Harta bergerak lainnya Rp 195 juta terdiri dari logam mulia dan barang seni. Kemudian, Nur Alam juga punya surat berharga tahun investasi 2006 hasil sendiri Rp 80 juta.
Giro dan setara kas lainnya Rp 6.550.182.995. Nur Alam juga punya piutang Rp 195.089.311 dan hutang kartu kredit Rp 209.700.000. Total harta sebelum dikurangi hutang Rp 31.167.784.995. Setelah dikurangi hutang, total kekayaan Nur Alam Rp 30.956.084.995.
Jika dibandingkan dengan pelaporan 29 Mei 2012, total jumlah ini mengalami penurunan. Sebelumnya, totalnya Rp 31.847.146.147.
Nur Alam diduga mengeluarkan SK Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 828 Tahun 2008 tentang Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) dengan luas 3.024 hektar di Kab Buton dan Kab Bombana. Ia juga mengeluarkan SK Nomor 815 Tahun 2009 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi kepada PT AHB dilokasi sama, tetapi luas berbeda yakni 3.084 hektar. Selain itu, Nur Alam juga mengeluarkan SK Nomor 435 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi ke PT AHB.
Atas perbuatannya, NA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Tinggalkan Balasan