JAKARTA – Praktisi Hukum dan Advokat Muannas Alaidid menjelaskan ketika ada keputusan praperadilan yang dikeluarkan dan memerintahkan agar kasus itu segera disidangkan dan surat pemberhentian perkara itu tidak sah maka secara hukum itu tidak ada pilihan lain.

“Jangan ditafsirkan menggunakan dalil macam-macam, laksanakan kalau perintahnya harus dilanjutkan ya dilanjutkan. Kalau kemudian tidak dilanjutkan malah terindikasi melawan hukum yang dilakukan oleh institusi Kejaksaan,” terang Muannas.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi virtual “#EnggakSengaja Nembak Orang Edisi Novel Baswedan” di Mie Atjeh Cikini Menteng Jakarta Pusat, Minggu (21/6/2020).

Menurut politisi PSI ini, jika mantan Reskrim di Polres Bengkulu itu mengatakan bahwa dia ada bukti lain dengan adanya surat Ombudsman yang katanya terjadi rekayasa dan settingan oleh oknum-oknum tertentu, maka itu tanpa menyingkirkan putusan pra peradilan. Artinya kasus itu dapat disidangkan.

“Dan Novel dapat menggunakan surat Ombudsman itu sebagai bukti sebagai bentuk pembelaannya di pengadilan. Jadi menurut saya adalah hak bagi para korban setelah mereka menunggu selama belasan tahun menuntut keadilan,” ucap Muannas.

Lanjut Muannas, menjadi wajar bagaimana mungkin ada satu tewas tertembak di tempat tapi tidak ada keadilannya. Sementara jika anda bandingkan dengan kasusnya Novel yang hanya diduga terjadi penganiayaan terhadap dirinya itu aja berhak untuk mendapatkan keadilan. Kata dia, tidak ada pilihan lain kecuali memang harus diuji di pengadilan perkara, itu agar kemudian publik tidak melihat bahwa seolah-olah Novel Baswedan kebal hukum.

“Dan hukum kemudian hanya tajam kebawah dan tumpul keatas terima kasih,” kata Muannas.

*Lucu ! Kenapa Hanya Novel Baswedan yang Boleh Cari Keadilan*

Sementara itu, Dewan Pakar PKPI Teddy Gusnaidi menilai sikap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan terlihat cukup menggelitik yang menuding adanya rekayasa dalam kasus sarang burung walet di Bengkulu.

“Menurut saya Novel Baswedan itu lucu, apakah tidak boleh orang lain cari keadilan di negeri ini? apakah hanya dia yang boleh mencari keadilan di negeri ini?,” tegas Teddy Gusnaidi.

Kata dia, ketika orang lain mencari keadilan dianggap itu bagian dari rekayasa, ketika dia menjadi korban dia menyalahkan orang lain bahkan Presiden disalahkan. Dan ketika orang lain menjadi korban maka orang lain itu yang disalahkan maka nantinya Teddy menyakini Presiden kembali akan disalahkan juga sama dia.

“Jadi saran saya pada Novel Baswedan hadapi saja kasus ini secara profesional jangan mau di campur adukkan dengan politik. Jangan mau dimanfaatkan oleh orang-orang politik karena ketika anda terkena kasus ini, ketika anda menjadi pesakitan tidak akan ada lagi yang akan membantu anda,” beber Teddy.

Sebab, lanjut Teddy, mereka para orang-orang politik akan mencari korban baru untuk mereka jadikan alat untuk mereka bisa tampil. Jadi Novel Baswedan hanyalah sebuah alat semata. Namun kalau Novel merasa negeri ini hukumnya tidak adil maka ia berpesan bahwa masih ada waktu untuk keluar dari negara ini.

“Anda (Novel Baswedan) bisa apa namanya pergi mencari keadilan di negara lain, semoga anda bisa mendapatkan keadilan di negara lain jangan di Indonesia,” sebut Teddy.

*Novel Jadi Penyidik KPK Tahun 2006, Kejadian Sarang Burung Walet 2004 ! Dimana Letak Kriminalisasinya ??*

Dalam kesempatan yang sama, Politisi PDIP Dewi Tanjung mengakui bahwa keluarga korban sampai detik ini masih mencari keadilan dan kebenaran hukum di NKRI. Dewi Tanjung memastikan kasus sarang burung walet yang terjadi pada tahun 2004 tidak ada upaya kriminalisasi terhadap Novel Baswedan.

“Novel Baswedan itu di angkat menjadi penyidik KPK tahun 2006 jadi tidak ada korelasinya dengan kriminalisasi kepada Novel Baswedan sebagai penyidik KPK karena kasus penganiayaan sarang burung walet. Ini dilakukan di saat Novel Baswedan masih menjadi Polisi aktif di Kepolisian Bengkulu,” sambung Dewi Tanjung.

Dikatakan Dewi Tanjung, Novel sebagai aparat hukum penegak hukum harusnya berani mempertanggungjawabkan perbuatannya dan membuktikan bahwa tidak bersalah dan tidak ikut terlibat dalam pengertian tersebut. Tapi sekali lagi apa yang dilakukan Novel Baswedan itu terbantahkan oleh pernyataan para korban dan saksi-saksi pertama. Dan juga rekan-rekan kerja Novel pada saat itu yang keberatan bahwa kasus ini rekayasa.

“Saat ini Novel Baswedan berteriak minta keadilan, kebenaran hukum, kejujuran hukum atas kasus penyiraman air keras kepada dirinya dan fair juga korban meminta hal yang sama atas kasus penganiayaan sampai menghilangkan nyawa salah satu korban sarang burung walet,” jelasnya.

Dewi Tanjung mensinyalir adanya sebuah skenario besar yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tujuannya untuk menjatuhkan citra hukum di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.

“Jadi ini ada tujuannya untuk menjatuhkan citra bapak Jokowi sendiri, karena dilihat dari beberapa statement Novel Baswedan yang menyudutkan pemerintahan Pak Jokowi,” ucap Dewi Tanjung lagi.

Ia kembali berharap agar Novel Baswedan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya atas kasus penganiayaan pembunuhan kepada korban sarang burung walet.

“Seperti keinginan saya sebagai masyarakat dan keinginan masyarakat banyak Novel Baswedan dapat di penjara dalam kasus sarang burung walet ini,” pungkasnya.

Disesi akhir, kelompok Aktivis Gugat Novel (AGN) melakukan rapat konsolidasi rencana aksi mendesak agar kasus sarang burung walet di Bengkulu segera disidangkan pada Senin besok (22/6/2020).

Temukan juga kami di Google News.