Jakarta – Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menyebut penangkapan dan penahanan Ahmad Musadeq dan dua eks pimpinan Gafatar Abdul Muis Tumanurung dan Andri Cahaya merupakan bentuk kriminalisasi keyakinan yang bertentangan dengan kebebasan untuk berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan.
“Kami mengingatkan bahwa keyakinan bukanlah obyek yang bisa diadili,” kata Bonar, Kamis (26/5/2016).
Menurut dia, Polri semestinya belajar pada kasus Lia Aminudin yang sudah dua kali dipenjara pun tidak pernah berubah keyakinannya. Polri hanya boleh bertindak jika pemimpin Gafatar itu melakukan tindak pidana yang nyata-nyata merugikan ketertaturan sosial.
“Eks pimpinan dan pengikut Gafatar mengalami reviktimisasi,” ucapnya.
Bonar melanjutkan belum lagi pemulihan atas kekerasan terhadap mereka dituntaskan, kini justru pimpinannya yang dijerat dengan tindak pidana. Terlepas bahwa SKB Peringatan terhadap Gafatar yang dikeluarkan Jaksa Agung adalah diskriminatif, tetapi setidaknya Polri mengacu pada SKB tersebut yang menegaskan bahwa bila mana Gafatar kembali menyebarkan ajarannya yang dianggap berbeda maka dapat dijerat.
“Apa yang sedang diperjuangkan oleh eks pimpinan Gafatar saat ini adalah memulihkan hak-hak eks pengikut Gafatar termasuk hak atas properti mereka yang saat ini justru dikuasai oleh pihak-pihak lain,” tuturnya.
Bonar pun menyayangkan sikap Kapolri Badrodin Haiti atas penangkapan tersebut. Padahal, kata dia, sebelumnya telah menebar ketakutan melalui penangkapan individu yang menggunakan symbol mirip PKI.
“Juga melakukan pembiaran aneka pembubaran diskusi, lalu saat ini menjerat eks pimpinan Gafatar,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan