Jakarta – Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno Salamuddin Daeng menyebut pilar-pilar negara sudah lama roboh, dan pemerintahan Jokowi menerima kondisi yang buruk, berantakan dan sial.

“Sementara elemen pemerintahan nya tidak mampu bekerja sama, terfragmentasi, dan bubar dari sudut pandang sistem sebuah negara,” kata Salamuddin, Rabu (18/5/2016).

Dikatakan dia, salah satu pilar ekonomi pemerintahan Jokowi yang roboh itu adalah sumber pembiayaan negara dan pemerintahan. Penyebabnya adalah penerimaan negara dari pajak dan non pajak yang jatuh semakin dalam dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Padahal pemerintahan ini berambisi menambah penerimaan berkali kali lipat lebih besar.

“Penerimaan pajak pemerintahan Jokowi tahun ini benar-benar mengkhawatirkan. Bayangkan penerimaan pajak April 2016 hanya Rp. 98 triliun‎, menurun Rp.7 trilun dari periode yang sama tahun lalu,” ucapnya.

Menurut dia, kondisi ini akan terus berlanjut pada periode mendatang dan target pajak sedikitnya akan merosot Rp. 300 triliun. Target penerimaan pajak sendiri Rp.1822 triliun. Sementara penerimaan negara bukan pajak akan berkurang sedikitnya Rp 100 ‎triliun dari target Rp.273 triliun. Mengingat harga minyak dan harga komoditas yang masih tetap rendah. Sementara tumpuan penerimaan negara selama 10 tahun terakhir adalah komoditas.

“Secara keseluruhan pemerintah akan kehilangan Rp 400 ‎ triliun dari yang direncanakan. Jika pemerintah tidak mendapatkan utang sebesar 2,5 persen PDB, maka dipastikan pemerintah akan kekurangan uang sedikitnya Rp. 650 triliun,” tutur dia.

Sementara itu, lanjut Salamuddin, untuk mendapatkan sumber pembiayaan utang tampaknya akan sulit, karena untuk membayar pokok dan bunga utang sekarang pemerintah jokowi sudah tidak sanggup.

“Hal ini berarti dari sisi pengelolaan anggaran pemerintahan Jokowi tidak mungkin dapat berlanjut,” tandasnya.

Temukan juga kami di Google News.