Jakarta – Seknas Perempuan Mahardika Mutiara Ika Pratiwi menyayangkan sikap ketidaktahuan Menteri Koordinator Pemberdayaan Kebudayaan dan Manusia Puan Maharani yang mengakui tidak tahu soal kasus yang ramai diperbincangkan pekan ini yakni kasus pemerkosaan terhadap seorang gadis dibawah umur asal Rejang Lebong, Bengkulu bernama Yuyun.
“Saya pikir itu bodoh sekali ya. Ironi sampai kasus besar seperti itu, seorang Menteri tidak mengetahuinya,” kata Mutiara, Rabu (11/5/2016).
Lebih lanjut, Mutiara berharap agar Menteri Puan lebih sigap dan tidak gagal fokus yakni dengan mendorong upaya pencegahannya. Salah satunya meminta Presiden Jokowi untuk memberikan perhatian besar pada pengesahaan RUU Penghapusan Kekerasan seksual yang saat ini mandeg di DPR. Kata dia, UU tersebut mengatur tentang upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dengan melindungi serta memulihkan korban. Selain itu juga tindakan pemidanaan dan rehabilitasi bagi pelaku.
“Jadi jangan melebar ke soal miras dan kebiri ataupun hukuman mati,” jelasnya.
Mutiara pun mengkritisi wacana tentang hukuman kebiri yang telah menjadi wacana kuat di pemerintah. Bahkan, lanjut dia, pada Selasa kemarin (10/5), Presiden Jokowi memberikan statemen bahwa Perpu Kebiri akan segera disahkan oleh pemerintah dalam waktu dua hari ini. Darurat perkosaan di Indonesia memang pantas dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Bahkan kasus perkosaan beramai-rame seperti yang menimpa Yuyun (YY) terus bertambah setiap tahunnya. Namun menghilangkan hasrat seksual seorang sebagai solusi.
“Menurut saya, justru hal itu akan memperpanjang rantai kekerasan seksual itu sendiri. Kebiri atau kastrasi adalah tindakan untuk menghilangkan hasrat seksual seseorang baik melalui fisik atau menggunakan unsur kimiawi. Hukum kebiri adalah penyiksaan seksual yang tentunya memberikan dampak negatif pada seksualitas dan psikologi seseorang,” beber dia.
Selain itu, tambah dia, pihaknya juga menolak wacana hukuman mati bagi pelaku. Pencegahan tingginya angka kekerasan seksual tak bisa dilakukan dengan meniadakan hak dasar seseorang untuk hidup. Dalam situasi saat ini, dimana kekerasan seksual terjadi secara sistematis wacana tentang hukuman kebiri dan hukuman mati justru akan memperkuat intimidasi bagi korban atau keluarga korban.
Dengan cara pandang menyalahkan korban yang masih kuat dalam masyarakat kita, kemungkinan besar yang terjadi korban akan dipersalahkan kembali ketika pelaku penerima hukuman tersebut.
“Hukuman kebiri dan mati tak akan berdampak pada pengurangan angka kekerasan seksual di Indonesia,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan