Jakarta – Merespon keresahan masyarakat akhir-akhir ini terkait dengan prilaku elit politik dan lembaga negara dalam mengaktualisasikan mandat yang diberikan kepada mereka, BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) menyelenggarakan Focus Group Discusion (FGD) yang bertema “Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara”, 27 Agustus 2024. FGD yang dipandu oleh Prof. Dr. Amin Abdullah, anggota Dewan Pengarah BPIP, mendengarkan pandangan dari belasan pakar dan akademisi dalam dua sesi, yaitu tentang Etika Demokrasi dan Praktik Hukum, dan Etika Penyelenggara Negara.

Dalam kata pengantar diskusi, Prof. Amin menggaris-bawahi perlunya BPIP menampung aspirasi dari berbagai stakeholders di tengah maraknya keterpurukan etika dan moral para penyelenggara negara. Para pakar dan akemisi yang hadir antara lain Ikrar Nusa Bhakti, Hafid Abbas, Agustinus Prasetyantoko, Ramlan Surbakti, Harkristuti Harkrisnowo, Martin L. Sinaga, Andi Widjajanto, Bivitri Susanti, Sulistyowati Irianto, Thony Saut Situmorang, Budiman Tanuredjo, Ismail Hasani, Fachry Aly, Mikhael Dua Tengangatu, Hamdi Muluk, dan Yenti Garnasih. Menurut rencana, FGD sejenis tapi dengan topik berbeda juga akan digelar secara serial di 7 kota. Dari rangkaian diskusi itu BPIP berharap dapat menyerap aspirasi publik tentang etika dan tata-laku penyelenggara negara.

Memberi keterangan atas inisiatif BPIP ini, Dr. Darmansjah Djumala, Dewan Pakar Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, menegaskan diskusi ini tepat waktu, terutama jika dikaitkan dengan suasana kebathinan kehidupan bernegara dan berbangsa akhir-akhir ini. Dikatakan Dubes Djumala, yang pernah bertugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Austria dan PBB di Vienna, sejak persiapan pilpres sampai dengan pilkada tahun ini , rakyat Indonesia melihat dengan kasat mata bagaimana elit politik dan pejabat negara bersiasat dalam memperjuangkan kepentingan politiknya.

“Demi kekuasaan, elit politik rela menyiasati hukum. Rakyat menyaksikan dengan geram: hukum menghamba pada kepentingan politik. Dalam konteks itulah, menurut Dubes Djumala, BPIP melihat urgensi untuk membahas kerapuhan etika dan moralitas penyelenggara negara. Etika dan moralitas mestinya berada di atas hukum dan politik. Hasil diskusi akan dituangkan dalam rekomendasi kebijakan kepada pemerintah dan lembaga negara terkait lainnya.” ujarnya.

Dubes Djumala, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden/Sekretaris Presiden Jokowi periode pertama, mengungkapan BPIP berhasil menyusun serangkaian rekomendasi kebijakan, antara lain tentang perlunya disusun UU Lembaga Kepresidenan yang mengatur tata-laku lembaga eksekutif tertinggi itu guna menghindari conflict of interest. Dikatakannya, untuk lembaga legislatif dan yudikatif sudah ada regulasi etika masing-masing, sedangkan di lembaga eksekutif /kepresidenan belum ada. Sebagai penuntun etika dan moralitas penyelenggara negara, BPIP juga merekomendasikan perlunya dibentuk semacam Office of Government Ethics (OGE) yang tugasnya nanti menilai apakah etika dan tata-laku penyelenggara negara selaras dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Untuk itu BPIP tentu akan melibatkan publik secara inklusif dalam pembahasannya.

“Inisiatif BPIP mendiskusikan kerapuhan etika penyelenggara negara merupakan upaya benah diri dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Diharapkan ke depannya akan ada standard etika dan moralitas penyelenggara negara yang selaras dengan nilai Pancasila“, demikian kata Dubes Djumala menutup keterangannya.

Temukan juga kami di Google News.