Jakarta – Blok Pelajar Politik Merdeka (BP2M) menggelar konferensi pers selamatkan demokrasi bukan dengan cara anarkis di Jakarta Selatan, Jumat (23/8/2024).
Jumpa pers tersebut merespons adanya aksi demonstrasi kawal putusan MK yang berakhir ricuh dan anarkis hingga perusakan fasilitas pagar DPR maupun pembakaran mobil Polisi.
“Kami mengajak semua elemen terutama pelajar untuk menyelamatkan demokrasi tanpa tindak anarkis. Dan didik kami dengan politik yang santun dan beradab, bukan dengan cara anarkis yang dapat merugikan diri sendiri serta orang lain,” tegas mereka.
BP2M juga menghimbau kepada seluruh pelajar agar tidak tergiring isu politik tanpa memfilter kebenarannya.
“Stop penggiringan pelajar untuk kepentingan golongan yang dapat memecah belah bangsa dan mengganggu ketertiban umum dalam menyampaikan aspirasi,” tuturnya.
Tak hanya itu, mereka juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Indonesia yang sudah menyampaikan aspirasinya. Baik dari pelajar, mahasiswa, buruh dan para senior-senior lainnya.
“Terima kasih juga untuk DPR RI yang sudah mendengarkan asipirasi masyarakat dengan bijaksana. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih untuk TNI & Polri yang senantiasa ikut mengawal aksi demonstrasi dengan maksimal,” ucapnya.
BP2M mengingatkan sebagai pelajar, mereka menyadari bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan kebijakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas hukum dan demokrasi di Indonesia. Putusan MK, yang merupakan interpretasi akhir dari konstitusi, sering kali memainkan peran penting dalam melindungi hak-hak konstitusional warga negara, termasuk hak-hak pelajar.
“Kami mendukung kebijakan dan langkah-langkah hukum yang dirumuskan dengan cermat, berdasarkan prinsip keadilan dan partisipasi publik. Jika diterapkan dengan bijak, keputusan-keputusan ini dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih kondusif, meningkatkan keterlibatan pelajar dalam proses demokrasi, serta memperkuat kesadaran hukum di kalangan generasi muda,” paparnya.
Namun, BP2M juga harus bersikap kritis terhadap beberapa putusan MK dan kebijakan DPR yang mungkin kurang memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Terkadang, keputusan-keputusan tersebut dianggap tidak mendukung kesejahteraan masyarakat indonesia, baik dalam hal pendidikan, kebebasan berpendapat, maupun hak-hak dasar lainnya.
Selain itu, kurangnya transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan minimnya partisipasi publik, terutama dari kalangan pelajar, dapat mengurangi kepercayaan terhadap institusi-institusi ini.
“Oleh karena itu, kami menekankan pentingnya evaluasi dan revisi kebijakan yang lebih inklusif dan responsif,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan