Jakarta – Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad Aron Hariri meminta polemik di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) antara Dewas dan Komisioner KPK harus segera dihentikan.

“Hal yang bermula atas nama penegakkan etik ini malah nampak menjadi hal tak elok di muka publik.” tegas Rere, sapaan akrab Hariri, hari ini.

Rere menyinggung keberadaan Dewas yang hadir dalam UU 19/19 sejatinya menjadi ruang chek and balance di internal KPK agar menguatkan kelembagaan dan meyakinkan masyarakat tidak ada penyalahgunaan kewenangan.

“Namun, tak elak, keberadaan Dewas, justru kerap dimanfaatkan oleh sebagian kelompok luar yang juga tengah bermasalah dan berkaitan hukum dengan tugas KPK.” ungkapnya.

Ia menyebut posisi ini harusnya sangat disadari penuh oleh Dewas KPK. Penegakkan etik harus dilaksanakan bukan hanya sekedar berdasarkan asas, aturan dan subtansi. Tapi juga mesti menimbang kontekstualitas perkara.

“Sebab yang sama-sama mengkhawatirkan bahkan lebih dari penegakkan pengawasan dan etik justru dengan adanya hidden goal berupa upaya untuk melemahkan KPK dan merusak marwah KPK.” tegasnya.

Rere menjelaskan dalam perkara polemik Dewas dan Nurul Ghufron selalu komisioner KPK saat ini, norma aturan tentang daluwarsa pada bab VIII pasal 23 dalam perdewas 04/2021, memang untuk membatasi masa pelaporan terhadap kejadian dugaan pelanggaran yang terjadi. Spirit adanya ketentuan Kadaluwarsa adalah membatasi laporan dan temuan untuk diperiksa lebih lanjut. Semangat pembatasan ini harus dimaknai secara berkepastian tidak boleh kadaluwarsa dimaknai dengan tak berbatas waktu.

Laksana ketentuan daluwarsa makanan tentu perhitungannya sejak tanggal produksi dari pabrik bukan pada saat sampai di meja makan. Rere menegaskan logika ini senada dengan kadaluwarsa laporan dan temuan, laporan daluwarsa nya sejak terjadi atau diketahui oleh pelapor. Sementara temuan sejak ditemukan oleh dewas.

“Menegakkan etik juga perlu memahami motif pelapor. Jika disampaikan oleh seseorang karena telah ditetapkan tersangka oleh KPK, harusnya Dewas lebih memihak dan melindungi insan KPK dari serangan balik koruptor dan bukan sebaliknya. Karena secara kronoloogi jelas, pelaporan disampaikan pada desember 2023, konteks sebelumnya pelapor telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada bulan september 2023. Kedewasaan Dewas disini diharapkan lebih bijak membaca konstektualisasi.” bebernya.

Lebih disayangkan lagi, sambung Rere, Dewas telah mempublikasikan perkara ini sejak laporan masuk sampai tahapan pemeriksaan klarifikasi sebelum sidang yang sifatnya tertutup, menjadi hilang perlindungan Marwah KPK.

“Dewas diharapkan menjadi penjaga Marwah KPK bukan penelanjang KPK, masyarakat berharap dewas maha etis yang akan penegakkan etika secara etis.” tutur dia.

Pihak LSAK mendorong polemik ini tidak boleh berlarut apalagi memunculkan gerakan untuk mendegradasi KPK atas polemik ini.

“Tak ada yang diuntungkan dari persoalan ini, kecuali para koruptor yang tersenyum jahat karena KPK hancur dan dicibir publik.” pungkasnya.