Jakarta – Salah satu hakim, Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Arief Hidayat menilai bahwa saat ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Tidak hanya di satu sektor saja, akan tetapi nyaris menyeluruh ke berbagai sektor.

“Saya mengatakan di berbagai sektor kehidupan bangsa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu harus hati-hati betul,” kata Arief.

Hal ini diutarakan Arief saat berpidato dalam Konferensi Hukum Nasional bertema “Strategi dan Sinergitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi” yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Jakarta Pusat, Rabu (25/10).

Arief juga menilai, bahwa kekuatan besar yang membuat Indonesia tidak baik-baik saja, bahkan ada kecenderungan sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara sudah jauh dari pembukaan UUD 1945 sehingga ia pun menilai justru situasinya lebih buruk jika dibandingkan dengan mara orde baru, yakni di pemerintahan Soeharto.

Diterangkan Arief, pada masa Orde Baru, masih ada pembagian kekuasaan berdasarkan teori trias politika, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang dipimpin oleh pihak yang berbeda-beda. Sementara saat ini, pihak yang memimpin seolah memiliki banyak kaki. Memiliki partai politik, media massa, hingga memiliki tangan-tangan kekuasaan di tiga lembaga tersebut.

“Dia juga sebagai pengusaha besar yang mempunyai modal, itu di satu tangan atau beberapa gelintir orang saja. Ini tidak pernah terjadi di zaman Soeharto, bahkan di zamannya Pak SBY belum nampak betul seperti di zaman sekarang,” ucap Arief.

Ia kemudian menyinggung masalah yang dihadapi Mahkamah Konstitusi baru-baru ini. Situasi itu pun sampai membuat hakim MK terbelah saat memutuskan gugatan uji materil.

Ia kemudian menyinggung masalah yang dihadapi Mahkamah Konstitusi baru-baru ini. Prahara itu membuat hakim MK terbelah saat memutuskan gugatan uji materi.

“Saya sebetulnya datang ke sini, agak malu saya pakai baju hitam. Karena saya sebagai hakim konstitusi sedang berkabung, karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara,” ucap Arief.

Sekadar diketahui, bahwa MK tengah sorotan setelah mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Senin (16/10) yang diajukan oleh Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Almas Tsaqib Birru.

Temukan juga kami di Google News.