Jakarta – Untung Sangaji akan mundur dari polisi dan menjanjikan kesejahteraan untuk penduduk Seram kalau terpilih menjadi bupati.
“Boleh minta kertas dan pena?” tanya Untung Sangaji, menengadahkan tangan. Setelah dapat, jari tangannya lalu menorehkan tinta pena ke atas kertas, membuat sketsa. Hanya dua menit gambar pohon serta dedaunannya langsung jadi.
Dia memperlihatkan keahlian itu ke Heru Triyono, Yandi Mohamad, Muammar Fikrie dan fotografer Jefri Aries dari Beritagar.id saat wawancara. Klaimnya, semua dipelajari otodidak– karena ia tak memiliki latar pendidikan seni.
“Kunci bertahan hidup adalah kreatif,” katanya di sebuah restoran cepat saji di Plaza Atrium Senen, Jakarta Pusat, Senin (2/5/2016).
Sebelum jadi polisi pada 1995, Untung memang mengajar gambar dan lainnya di Yayasan Bunda Hati Kudus di Ambon–sembari kuliah di teknik perkapalan Universitas Pattimura. Sejak resimen mahasiswa ia juga terampil merakit bom. “Syukurnya tidak terayu ikut RMS (Republik Maluku Selatan),” ujarnya.
Pasca bom Thamrin, polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi ini banyak diperbincangkan karena menembak teroris tanpa takut. Kali ini namanya kembali mencuat, lantaran mencalonkan diri sebagai Bupati Seram Bagian Barat pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun depan.
Ia mengaku sudah dipinang beberapa partai. Di antaranya Demokrat dan Gerindra. “Kalau maju jalur independen juga tidak masalah,” ujar pria berusia 51 ini.
Yang jadi sorotan, pencalonan itu dianggap bentuk kekecewaan dia karena tak naik pangkat–walau ikut terlibat melumpuhkan teroris. Ia cuma mendapat pin penghargaan dari Kapolri Badrodin Haiti–yang seremoninya tidak ia hadiri. “Saya mengajar di hari pemberian penghargaan itu,” ujarnya.
Belakangan, Badrodin kesal dengan sikap Untung–yang dianggap sebagian kalangan membangkang dengan mencalonkan diri jadi Bupati. Alhasil, Badrodin mencoret nama Untung dari daftar calon Kapolres. “Dia itu tidak bersyukur,” kata Badrodin.
Alibi Untung, mengabdikan diri untuk kampung halaman adalah cita-citanya sejak lama. Dia bantah membangkang, karena sudah anggap Badrodin seperti ayahnya sendiri. “Gila kalau saya berani melawan,” katanya.
Berkemeja dan berkalung emas putih, ia menjawab pertanyaan soal karirnya di kepolisian, juga persiapannya menjadi bupati dengan berkobar-kobar, melotot, juga tertawa. Berikut petikannya:
Anda berencana mundur dari polisi jika maju menjadi calon Bupati Seram Bagian Barat?
Melakukan dua pekerjaan rasanya tak mungkin. Tapi mundur atau tidak kan soal teknis. Yang pasti saya sudah izin ke atasan untuk bersiap maju jadi bupati.
Apa saja yang sudah Anda persiapkan?
Sudah hampir 80 persen persiapannya. Komunikasi ke sejumlah partai juga semakin intens. Seperti dengan partai mantan presiden kita (Demokrat) dan partai calon presiden yang melawan Pak Jokowi kemarin (Gerindra).
Kedua partai politik itu memiliki basis yang kuat di Seram?
Partai yang berpengaruh di Seram itu adalah Gerindra, Demokrat, Hanura dan PKB, yang pendukungnya saya anggap saudara semua.
Kalau Natal saya pergi berburu babi untuk saudara yang Kristen. Tinggal bakar kelapa saja di hutan, nanti babi datang sendiri, kemudian kita panah.
Pas Idul Fitri saya juga datang membawa kambing ke saudara yang muslim. Semua sudah mengenal saya sejak lama–karena saya putra daerah.
Kalau sudah dikenal kenapa Anda harus repot-repot memasang baliho segala?
Baliho itu sudah ada 4 tahun lalu. Yang pasang adalah masyarakat yang meminta saya kembali ke Ambon, bukan saya. Kenapa mereka meminta kembali?
Karena mereka lihat saya mengatasi banyak kasus. Seperti penembakan misterius di Aceh, narkoba dan lain-lain. Masyarakat di sana ingin saya mengatasi kasus serupa di Seram.
Yang jadi persoalan, foto di baliho itu terbalik ha-ha. Mungkin ambil foto dari internet, tapi salah mengkopinya. Harusnya gambar bintang jasa itu berada di dada sebelah kanan. Nah ini malah di sebelah kiri, seperti satpam saja ha-ha.
Anda optimis bisa atasi masalah-masalah yang ada di Seram, sementara pengalaman politik saja belum ada…
Saya yakin Seram mencari jenis kepemimpinan yang berbeda dari yang biasa. Politik ya beda hal. Saya tidak mau main politik. Saya hanya mau membangun Seram.
Apakah bupati yang sekarang mampu? Saya tidak tahu. Yang jelas, orang kaya di sana adalah pendatang. Lalu yang asli kemana? Hidup miskin.
Karena itu saya mau melakukan hal yang konkret saja: menjadikan masyarakat sejahtera. Tuntut itu ketika saya jadi bupati nanti.
Lantas modal apa yang Anda miliki untuk maju sebagai kepala daerah?
Skill saya yang ditempa dari dulu hingga sekarang akan saya manfaatkan. Strategi saya tentu bukan cuma melawan teror, tapi juga strategi membangun desa. Saya ingin investor tahu bahwa di sana banyak emas, juga keindahan bawah laut.
Beberapa kalangan menilai Anda cuma bermodalkan popularitas saja pasca peristiwa bom di Thamrin…
Itu hanya bumbu terakhir bahwa saya semakin dikenal. Tapi seperti saya bilang tadi, saya sudah cukup dikenal di sana.
Artinya ada atau tidak ada bom Thamrin Anda akan tetap maju jadi bupati?
Iya. Saya melihat karir saya di kepolisian tidak maju-maju. Sepertinya pengabdian saya sudah cukup untuk Polri.
Dana modal kampanye sudah Anda perhitungkan juga?
Dana bisa dicari. Mengabdi ya tidak usah hitungan lah. Saya jual motor Harley seharga Rp400-an juta untuk bangun kantor (polisi) di tepi pantai juga tidak hitungan. Saya yakin teman-teman juga akan membantu. Bukan cuma dana yang saya harapkan, tapi juga pikiran.
Rencananya saya akan didampingi oleh seorang dosen (calon wakil bupati) dari Universitas Pattimura. Kebetulan saya adalah alumni Fakultas Teknik Perkapalan di kampus itu.
Kabarnya sejak menjadi resimen mahasiswa di Universitas Pattimura Anda sudah ahli merakit bom?
Saya itu di STM (sekolah teknik menengah) sudah membuat unting-unting karena saya jago memegang mesin bubut. Prakarya saya saat simposium mahasiswa teknologi Indonesia di Taman Mini tahun 1991 adalah bom.
Gedung ini (Plaza Atrium Senen), yang dibuat selama 4-5 tahun, bisa saya ledakan dan ratakan hanya selama 15 menit saja.
Nah, mungkin karena khawatir saya akan ikut RMS (Republik Maluku Selatan) Polri merekrut saya pada 1995. Kemudian ayah saya setuju, ya sudah.
(Unting unting atau sering juga disebut dengan bandul, adalah salah satu alat tukang yang biasanya dipergunakan untuk mengukur ketegakan suatu benda atau bidang)
Anda dekat dengan orang-orang RMS?
Ya RMS kan juga orang Ambon. Saya memang pernah kenal, karena ketika itu belum sadar gerakan mereka baik atau buruk.
Pemerintah anggap gerakan RMS sebagai pemberontakan…
Saya tak pernah terlibat di dalamnya, karena ayah melarang. Dia adalah veteran dari Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat)–merupakan panutan saya ketika masih kecil untuk bekerja keras.
Sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara saya membantu ekonomi keluarga dengan menjual roti dan pisang goreng di terminal. Kadang berjalan sampai 10 kilo meter jauhnya. Saat itu saya sering juga berkelahi dalam rangka cari dana.
Maksudnya cari dana untuk modal jualan?
Modal apa saja. Teman saya kebanyakan kan miskin. Saya paling tidak bisa lihat teman-teman saya miskin. Maka itu saya dan teman cari dana dengan cara berkelahi dengan geng lain.
Jika menang berkelahi kita akan dapat tiga karung cengkeh–sebagai taruhan. Selesai berkelahi, meski beda geng, biasanya kami minum kelapa muda bersama. Begitulah Ambon.
Karena menjadi calon bupati, nama Anda dicoret Kapolri Badrodin Haiti yang berniat menjadikan Anda Kapolres…
Ya alhamdulillah jadi Kapolres. Tapi mana? Saya tunggu tapi tidak ada kabar lanjutan.
Apakah Anda kecewa berat tidak naik pangkat pasca berhasil melumpuhkan teroris di Sarinah?
Maaf, saya memang mengeluh sedikit, karena saya merasa terlibat langsung. Yang lain dikasih pangkat, saya tidak. Tapi tidak masalah, dan saya hargai penghargaan yang diberikan kepada saya.
Kenapa sampai bersinggungan dengan Kapolri di media?
Saya tidak bersinggungan. Beliau saya anggap bapak sendiri. Kurang ajar banget kalau saya berani melawan. Prinsip saya adalah tunduk, takluk, dan taat sama orangtua.
Tapi kenapa tidak hadir ketika akan diberikan pin penghargaan oleh Kapolri?
Saya lagi mengajar di Pusdiklat. Pelajaran seperti selam olahraga, selam penyidikan dan selam untuk tempur adalah materi yang tidak bisa diwakilkan. Soal naik pangkat atau tidak, biarlah masyarakat yang menilai.
Mungkin karena Anda bukan berasal dari Akademi Kepolisian (Akpol)…
Nah itu. Saya bukan dari Akpol, sebab saya yang direkrut Polri–karena bisa membuat bom. Silakan Anda nilai sendiri.
Dan, kalau menganggap peristiwa Sarinah adalah kejahatan biasa kok ada orang yang meninggal? Ini kasus internasional lho.
Malahan, usai aksi itu saya justru dihampiri jenderal dari tentara dan bilang bahwa saya akan dinaikkan pangkatnya dua kali jika beraksi seperti itu di institusinya.
Omongan jenderal itu fakta, karena ada seorang tentara yang menggagalkan penjambretan di angkutan umum beberapa waktu lalu, kemudian diberi pangkat istimewa oleh panglimanya.
Dalam catatan saya, penyelesaian kasus-kasus nasional dan internasional sudah saya lakukan lebih dari satu kali. Misalnya perampokan bersenjata dan pembunuhan yang dilakukan Abdul Razak di Aceh bisa saya atasi pada 2009.
Dalam keterangan di beberapa media Anda terkesan pamrih usai beraksi di Sarinah…
Tidak ada itu. Saya memang mengeluh, tapi bukan pamrih. Meski hanya dengan pistol tua, FN buatan tahun 1911, saya hanya mencoba melakukan yang terbaik–tapi hal itu tidak dilihat Kapolri.
Hubungan Anda sekarang dengan Kapolri baik-baik saja?
Saya tidak ada masalah.
Oleh Kapolri Anda disebut terlalu berlebihan dalam menyampaikan kekecewaan dan seperti tidak bersyukur…
Saya beryukur dikasih pin. Tapi ya sudah lah, saya kan waktu itu sedang mengajar, jadi tidak bisa hadir.
Anda sendiri pernah bertugas di bawah Badrodin Haiti secara langsung?
Pernah. Dia tahu bagaimana saya. Pengacau pada tahun 1998 di Jakarta saya tangkap dia juga tahu. Termasuk ketika saya menangkap markus (makelar kasus) yang mempermalukan Polri.
Dari awal masuk polisi sampai sekarang sudah berapa kali naik pangkat?
Normal-normal saja. Tidak ada yang istimewa. Tapi yang lain naiknya luar biasa.
Pilih mana: berkarier di kepolisian atau menjadi birokrat alias bupati?
Sebenarnya saya lebih senang di polisi karena bisa banyak membantu orang.
Ngomong-ngomong kenapa memakai baju putih terus?
Putih itu identik dengan kecepatan bekerja. Lagian kulit saya hitam, warna itu membuat saya lebih cerah. Kan gila kalau saya pakai baju pink.
Beritagar.id
Tinggalkan Balasan