Jakarta – Penanganan kasus dugaan suap di KPK yang menjerat Kabasarnas periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto menuai polemik pasca penetapan tersangka oleh KPK.

Menanggapi polemik penetapan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto tersebut, Direktur Pusat Advokasi dan Studi Konstitusi Demokrasi (PASKODE) Harmoko M. Said, S.H.,M.H mengatakan bahwa secara hukum berdasarkan Pasal 42 UU No. 30 Tahun 2002 bahwa KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.

“Artinya dalam menangani kasus Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto yang merupakan anggota TNI aktif KPK harus berkoordinasi dan bekerja sama dengan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, sebab TNI memiliki hukum sendiri,” tegas Harmoko, hari ini.

Lebih lanjut, Megister Hukum Universitas Indonesia ini juga menuturkan mengenai kewenangan peradilan bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana korupsi diadili di Peradilan Militer, tetapi kasus ini melibatkan warga sipil maka akan berlaku peradilan koneksitas sebagaimana diatur dalam Pasal 89 KUHAP dan Pasal 198 UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

“Dalam menemukan peradilan mana yang digunakan untuk menangani perkara koneksitas, dapat dilihat dari kerugian yang diakibatkan dari perbuatan pidana tersebut,” katanya.

Mengenai langkah yang tepat untuk dilakukan saat ini melalui dua cara. Pertama, untuk menjaga hubungan check and balance antar lembaga maka menggunakan peradilan koneksitas dengan melibatkan pihak internal TNI dan eksternal. Kedua, serahkan sepenuhnya kepada Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI untuk diselidiki ulang sesui dengan hukum acara Militer, namun akan berdampak pada status hukum yang telah ditetapkan oleh KPK.

“Saya memandang Presiden Jokowi beberapa waktu yang lalu telah memberikan sinyal mengenai kasus ini dengan mengatakan hormati proses hukum yang ada,” tambahnya.

“Tidak ada upaya lain bagi negara untuk menyelamatkan diri dari kejahatan korupsi, kecuali serius terhadap upaya pemberantasan Korupsi,” tutup Harmoko yang juga aktivis muda Muhammadiyah ini.

Temukan juga kami di Google News.