Jakarta – Kelompok pemuda tergabung dalam Youth Movement Institute (YMI) ikut menyoroti persoalan ditengah diskursus publik yang luas, terutama dalam penyikapan masyarakat atas penyelesaian masalah hukum oleh aparat Kepolisian yakni Bareskrim Mabes Polri atas pernyataan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu yang menimbulkan kontroversi dihampir seluruh kalangan.

Mencermati eskalasi dan perkembangan tersebut, Presidium YMI Nurhalim Fadli meminta aparat penegak hukum harus benar-benar independen dan bebas dari intervensi baik dari opini publik agar mampu menggali fakta hukum yang sebenarnya.

“Hukum harus benar-benar ditegakkan dan rasa keadilan masyarakat terpenuhi jika aparat penegak hukum benar-benar independen dan bebas intervensi,” tegas Nurhalim.

Hal itu mengemuka saat diskusi publik bertema “Independensi Proses Hukum Tanpa Tekanan Opini Publik” di Balai Pustaka Resto Rawamangun Jakarta, Jumat (28/10/2016).

Turut hadir dalam acara itu Ketua Bidang Kaderisasi DPP Partai Hanura Pradana Indra Putra, Tim Pembela Demokrasi Indonesia ( TPDI ) Petrus Salestinus dan Lembaga Debat Hukum dan Konstitusi Mahasiswa Indonesia ( LDHKMI ) Andi Moch. Adhim.

Lebih lanjut, Nurhalim menyatakan Kepolisian Negara RI dalam porsi dan urgensinya selaku penyidik dan juga penyelidik dalam tangani suatu perkara pidana umum, tidak boleh ditekan dengan cara apapun dan oleh siapapun.

“Biarkan penyidik menjalankan tugas profesional secara independen sehingga hasil yang didapat dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan hukum yang berlaku,” tutur dia.

Kata dia, dalam suatu negara yang mengaku menghormati demokrasi, hukum wajiblah dihormati. Dalam arti pihak manapun tidak boleh dihukum hanya dengan persepsi atau dengan tekanan intimidasi dan/atau oleh opini publik.

“Opini publik terhadap masalah hukum yang kontroversial dan menimbulkan pro kontra dimasyarakat yang disebarkan oleh media massa baik cetak, online dan media sosial serta gerakan-gerakan demo pengerahan massa tidak terlalu berpengaruh terhadap independensi dan profesionalisme penegak hukum,” bebernya.

Pengaruh Opini Publik dalam Proses Hukum

Tim Pembela Demokrasi Indonesia ( TPDI ) Petrus Salestinus mengatakan ketika sebuah proses hukum yang terjadi dan terdapat pengaruh opini publik, maka penegakan hukum bahkan masyarakat pun bakal merasa terganggu dan bisa mempengaruhi proses hukum itu sendiri.

“Apalagi hal itu dipublish ke media-media,” ucap Petrus.

Menurut Petrus, proses hukum yang mendapatkan pengaruh opini publik, terdapat 3 unsur yang dapat terpengaruhi bahkan mempengaruhi yaitu masyarakat, penegak hukum, dan pelaku itu sendiri. Dia mengaku alat untuk mempengaruhi unsur-unsur yang terlibat tersebut yang paling efektif adalah media.

“Proses hukum yang dipengaruhi opini publik yang dialami oleh pencari keadilan ketika berhadapan dengan lawan yang lebih kuat, maka akan sulit mendapatkan keadilan tersebut. Sangat sulit mendapatkan perlakuan yang adil didepan hukum,” kata dia.

Sebab, lanjut Petrus, masih banyak para kapitalis yang mampu mengendalikan hukum tersebut. Ia juga menyayangkan belum adanya perangkat hukum yang melindungi penegak hukum dari tekanan opini publik itu sendiri.

Hal berbeda diutarakan Ketua Bidang Kaderisasi DPP Partai Hanura Pradana Indra Putra bahwa dalam penanganan politiknya, realitas opini publik sangat menentukan. Tapi, kata dia, hal itu bisa berpengaruh menjadi positif dan negatif.

“Dalam bidang politik sangat menentukan,” terang Pradana.

Dikatakan Pradana, para politisi ataupun pihak-pihak yang terlibat dalam tatanan politik nasional menggunakan opini publik dengan cara melakukan survei untuk menentukan sebuah langkahnya. Ketika mengalami suatu fenomena, ia menyarankan agar sebisa mungkin menyaring informasi maupun opini publik yang disiarkan di media.

“Demokrasi langsung yang berlaku di Indonesia, membuat opini publik sangat berpengaruh bagi calon-calon yang berkompetisi di Pilkada. Sehingga setiap calon pasti mendapat dukungan media untuk menaikkan popularitasnya melalui pengarahan opini publik,” ungkap dia.

Proses Hukum Kepolisian Tidak Boleh Ditekan oleh Siapapun Tapi Harus Transparan

Ditempat yang sama, Aktivis Lembaga Debat Hukum dan Konstitusi Mahasiswa Indonesia ( LDHKMI ) Andi Moch. Adhim menegaskan faktor-faktor yang menyebabkan opini publik dapat dipercaya oleh penegak hukum, yaitu faktor materi opini publik yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, faktor independensi penegak hukum dengan adanya tekanan yang tidak dapat dihindari, baik dari atasan maupun dari pihak ketiga.

“Faktor profesionalisme penegak hukum yang menganggap adanya kesesuaian ide antara publik tersebut cukup intensif,” jelasnya.

Terkait UU keterbukaan informasi, sambung dia, sikap penegak hukum harus transparan dan akuntable sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak melahirkan opina publik yang kontroversial, tetapi hal-hal yang dianggap masih rahasia sesuai dengan peraturan yang berlaku tidak perlu diinformasikan. Keterbukaan informasi diharapkan akan meminimalkan opini publik yang merugikan aparat penegak hukum, karena itu aparat penegak hukum harus bersikap profesinal dan proporsional dalam menghadapi opini publik, sesuai dengan fungsinya dan didukung oleh etika profesi.

“Dengan demikian, aparat peneegak hukum perlu untuk lebih meningkatkan profesionalisme antara lain dengan menguasai ilmu pengetahuan yang mendukung penegakan hukum, sehingga dapat menyelaraskan antara legal justice dengan social justice. Dan dapat membuat suasana sejuk dan damai,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.