Jakarta – Berbagai macam isu untuk dikembangkan dalam kampanye Pilgub DKI Jakarta 2017. Tiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur DKI yang siap bertarung merebut kursi DKI 1 & 2, mereka Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, dan petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat.

Ada sejumlah isu yang bakal dimainkan oleh masing-masing pasangan calon diantaranya soal birokrasi, penggusuran, reklamasi hingga kemacetan dan banjir. Namun dari sejumlah isu yang dimainkan tersebut, ada satu isu sensual dan sedang hangat-hangatnya yang jadi serangan maut yaitu reklamasi. Pasalnya isu reklamasi sudah menjadi isu nasional, dan tak ayal isu tersebut menjadi jurus untuk menjatuhkan lawan di Pilkada DKI 2017.

Namun sejumlah pihak, terutama Pengamat Politik Kedai Kopi Hendri Satrio menyakini bahwa isu reklamasi sudah menjadi mainan isu ditingkatan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan bukan menjadi isu tingkatan Pilkada DKI lagi.

“Isu ini sudah menjadi konsumsi nasional. Jadi reklamasi sudah isu tingkatan Pilpres bukan tingkatan Pilkada DKI lagi,” tegas Hendri saat diskusi publik bertema “Pilkada Jakarta dalam Cengkeraman Kartel Reklamasi” oleh Pergerakan Aktivis untuk Reformasi dan Demokrasi (Prodem) Senin kemarin, di Dunkin Donats, Menteng Jakarta Pusat.

Menurut Dosen Paramadina ini, keputusan melanjutkan proyek reklamasi teluk Jakarta ini sudah sampai di meja Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Kata dia, masalah reklamasi ini sudah dari isu yang dimainkan di Pilkada, sebab ia merasa konstalasinya sudah sampai ke Pilpres.

“Ini lebih luas dari Pilkada, jadi konstalasinya saya rasa sampai ke Pilpres,” terang dia.

Reklamasi Teluk Jakarta Nampak Dipaksakan

Aktivis Walhi Mustaqiem Dahlan menilai perkembangan reklamasi di Teluk Jakarta semakin dipaksakan. Kata dia, ketika ada upaya penolakan reklamasi teluk Jakarta justru kini dikait-kaitkan dengan Pilkada dan ada yang menggiring opini seolah-olah isu reklamasi itu cara untuk menjegal Ahok di Pilkada DKI.

“Gerakan tolak reklamasi jangan seakan-akan diseret-seret untuk penjegalan Ahok. Ahok itu kecil bagi kita,” tutur dia.

Tak hanya itu, Mustaqiem mengingatkan agar isu reklamasi tidak diseret-seret kepada isu SARA dan seolah digiring menjadi anti China sehingga isu reklamasi menjadi seakan-akan kecil. Ia menyayangkan pantai yang harusnya digunakan untuk kepentingan publik dan sebagai basis nelayan, tapi kini justru dirampok.

“Diseluruh dunia, pantai publik itu tidak boleh dijual, kok ini malah dikapling-kapling, lalu dijual. Sama seperti Ancol dulu,” beber dia.

Lebih lanjut, Mustaqiem sependapat dengan Hendri bahwa reklamasi teluk Jakarta kini sudah masuk wilayah nasional. Ia menegaskan bahwa negara ini adalah negara hukum, bukan negara mafia yang diisi para rampok.

“Jangan hak-hak nelayan dirampas, dan kami berharap gerakan penolakan reklamasi semakin meluas. Kami mengajak semua pihak untuk mendesak KPK menuntaskan korupsi reklamasi, jangan sampai ada pembodohan publik,” tutur dia.

KPK Didesak Usut Tuntas Korupsi Reklamasi bukan Adakan Diskusi

bahaya-cinaisasi-reklamasiRatusan massa mengatasnamakan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta berunjuk rasa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Selasa (4/10). Mereka mendesak KPK segera mengusut tuntas skandal korupsi reklamasi teluk Jakarta bukan dengan cara berdiskusi.

“Kami minta agar KPK mengusut tuntas korupsi reklamasi bukan dengan adakan diskusi. Ini aneh kok KPK malah adakan diskusi publik soal menilik kebijakan reklamasi tujuan, manfaat dan efeknya,” tegas Koordinator aksi Nelson.

Dalam aksinya, para demonstran membentangkan spanduk bertuliskan ‘Dampak reklamasi anak-anak Nelayan menjerit kelaparan, Warga nelayan M. Angke tolak Reklamasi dan Gusuran, Kami ingin minta keadilan, Ada buaya putih di Tengah Kota Jakarta dan Reklamasi menggusur rumah nelayan Muara angke K.N.T’.

Dikatakan Nelson, diskusi publik bukanlah tugas lembaga antirasuah, tapi tugasnya adalah menyelesaikan kasus korupsi reklamasi yang merupakan grand corruption. Reklamasi telah menyengsarakan ribuan nelaan, merusak lingkungan dan melabrak hukum yang ada. Para pengembang dengan leluasa mengatur pemerintah daerah dan DPRD DKI Jakarta membuat Raperda Reklamasi. Ariesman W Presiden Direktur APL telah divonis terbukti melakukan penyuapan dan Sanusi dalam proses persidangan.

“Kami menduga bahwa masih banyak pihak yang terlibat dalam kejahatan korupsi reklamasi baik di pemerintahan daerah dan DPRD,” jelasnya.

Nelson melanjutkan KPK menjadi tumpuan utama dalam menuntaskan kasus dan mengejar tersangka lainnya. Namun hingga saat ini belum ada perkembangan kasus dan penetapan tersangka lainnya.

“Malah KPK melepas cekal salah satu pengembang besar,” ucap dia.

Reklamasi Harus Didrive Pemerintah bukan Swasta

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa reklamasi sudah seharusnya digerakkan oleh pemerintah dan bukan swasta agar sebesar-besarnya dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.

“Reklamasi harus di-drive pemerintah bukan swasta, jadi kalau swasta melakukan sesuatu,” tegas Wakil Ketua KPK Laode M Syarief saat diskusi “Kebijakan Reklamasi: Menilik Tujuan, Manfaat, dan Efeknya” di gedung KPK Jakarta, Selasa (4/10).

Menurut dia, pemerintah yang jadi pemimpin terkait pemenuhan hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan, regulasi dan kebutuhan sosial. Hal ini mencontoh apa yang terjadi di Rotterdam yang 70 persen dikuasai pemerintah dan 30 persen swasta bandingkan dengan yang di Jakarta, berapa pemerintah berapa swasta?

“Ini arahan presiden,” kata dia.

Lebih jauh, Laode mengaku pihaknya sudah bertemu dengan presiden pada 27 April 2016 dan dalam pertemuan itu Presiden Joko Widodo juga menyetujui usulan KPK mengenai pemerintah yang mengambil kendali reklamasi.
“Saran kedua adalah untuk mengubah Keputusan Presiden (Keppres) No 52 tahun 1995 tentang Pantai Utara Jakarta,” tandasnya.

Nampak hadir sejumlah pembicara yang hadir dalam diskusi itu adalah Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Dewan Pertimbangan Presiden 2007-2014 Emil Salim, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto selaku moderator.

Temukan juga kami di Google News.