Jakarta – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menyatakan kecewa terhadap Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menjatuhkan vonis 3 tahun kepada Ariesman Widjaja eks Presiden Direktur Agung Podomoro Land yang terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 a UU Tipikor.
“Koalisi menilai vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim sangat ringan, seharusnya hakim menjatuhkan hukuman penjara dan denda maksimal sesuai pasal 5 ayat 1 a selama 5 tahun dan 250 juta rupiah karena sifat korupsi yang dilakukan Ariesman Widjaja adalah sebuah Grand Corruption,” demikian disampaikan aktivis Walhi Edo, Jumat (2/9/2016).
Diketahui, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta terdiri dari KNTI, WALHI, LBH Jakarta, Solidaritas Perempuan, ICEL, KIARA, dan YLBHI.
Menurut Edo, setidaknya terdapat lima indikator Grand Corruption yang dilakukan Ariesman diantaranya pertama, dilakukan oleh seorang pimpinan korporasi terbesar di Indonesia yakni PT Agung Podomoro Land (APL) TBK. Ariesman juga tercatat sebagai direktur utama PT Jaladri Kartika Paksi (pulau I) dan menjadi Kuasa PT Jakarta Propertindo (pulau F).
“Bertujuan hanya untuk menguntungkan korporasi dari proyek reklamasi,” ujar dia.
Sementara Marthin Hadiwinata dari KNTI indikator grand corruption lainnya adalah dilakukan untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan hukum dalam bentuk Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Selanjutnya, kata Marthin, raperda tersebut bermasalah secara hukum karena bermotif melegalkan dan memuluskan proyek reklamasi yang bermasalah sedari awal karena perizinan proyek reklamasi teluk Jakarta terbit tanpa memiliki peraturan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).
“Indikator terakhir suap untuk melegalkan reklamasi yang menghancurkan lingkungan, menghilangkan kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir, perempuan dan laki-laki yang tidak dapat dipulihkan. Ini merupakan bentuk kejahatan korporasi yang melanggar hak-hak konstitusional warga negara,” jelas Marthin.
Hal yang sama disampaikan Tigor Hutapea dari LBH Jakarta bahwa Koalisi juga menilai hakim Tipikor telah salah memperhitungkan Ariesman pernah berkontribusi terhadap pembangunan Jakarta sehingga meringankan hukuman. Justru perbuatan Ariesman Widjaja melakukan suap adalah untuk menghilangkan kontribusi terhadap pembangunan, kontribusi bukan dilakukan oleh pribadi Ariesman namun dilakukan oleh korporasi. Kontribusi PT. APL yang dilakukan melalui pembangunan Rusun dan diduga membiayai penggusuran, berkorelasi dengan pelanggaran hak asasi lainnya seperti maraknya penggusuran yang terjadi selama ini.
“Koalisi mendesak agar KPK melakukan banding atas vonis Ariesman,” ungkap dia.
Tigor juga menilai Hakim Tipikor telah salah mempertimbangkan Ariesman pernah berkontribusi terhadap pembangunan Jakarta yang meringankan hukuman. Justru perbuatan Ariesman Widjaja melakukan suap adalah untuk
menghilangkan kontribusi terhadap pembangunan. Di tambah lagi kontribusi bukan dilakukan oleh pribadi Ariesman namun dilakukan oleh korporasi.
“Kontribusi PT. APL dilakukan melalui pembangunan rusun-rusun dan diduga mengalir dalam membiayai penggusuran sehingga berkorelasi dengan pelanggaran hak asasi manusia dengan maraknya penggusuran yang terjadi selama ini,” tuturnya.
Oleh karenanya, tambah Tigor, Koalisi mendesak agar KPK melakukan banding atas vonis Ariesman. Vonis terhadap Ariesman akan berdampak terhadap Perkara Sanusi sebagai penerima suap, Koalisi berharap KPK menuntut terdakwa Sanusi dengan hukuman yang maksimal dan hakim menjatuhkan vonis maksimal terhadap Sanusi. Hal ini karena tindakan Sanusi telah mengkhianati amanatnya sebagai wakil rakyat demi keuntungannya pribadi dan perusahaan. Sanusi juga menyakiti nelayan, memperparah ketidakadilan gender di pesisir Jakarta, serta tidak memikirkan kelestarian lingkungan.
“Kami menduga korupsi reklamasi melibatkan banyak pihak legislatif, eksekutif dan pemilik koorporasi lainnya. Namun sudah 5 bulan berlalu hingga kinu belum ada perkembangan yang signifikan dari kasus ini. Untuk itu, Koalisi menuntut KPK segera mengembangkan perkara dan menetapkan tersangka-tersangka lain,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan