Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyesalkan alasan Menkumham Yasonna Laoly terkait kelebihan kapasitas lapas untuk bisa menjadi pembenaran menghapus justice collaborator (JC) sebagai syarat narapidana korupsi mendapatkan remisi.
Sebab, menurut Agus, hukuman pidana yang ada saat ini masih belum memberikan efek jera terhadap para koruptor.
“Kita kan belum bisa memberikan efek jera kok malah dikurangi. Itu kan bukan konsep kita, bukan itu tujuannya,” ujar Agus, Jumat (19/8/2016).
Maka itu, kata Agus, untuk menyampaikan sikap penolakan terhadap rencana pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Yasonna Laoly dengan tembusan Presiden Jokowi. Pasalnya, dalam revisi itu berisikan syarat meringankan bagi narapidana korupsi untuk mendapat remisi.
“Kita juga mengirimkan surat kepada Menkumham, kita tembuskan kepada Presiden,” tuturnya.
Hal senada juga dilontarkan Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati yang ikut menyesalkan banyaknya narapidana kasus korupsi ikut mendapatkan remisi dari pemerintah. Kata dia, waktu pemidanaan yang hanya sebentar dinilai mengurangi efek jera terjadap para koruptor.
“Sebagai penegak hukum, kami bangun kasus sedemikian rupa sampai dakwaan dan tuntutan. Tetapi setelah inkrach ada remisi dan mengurangi masa tahanan,” sesal Yuyuk.
Yuyuk menambahkan, pemidanaan yang hanya dilakukan sebentar itu tak sebanding dengan kerja lembaga antirasuah sebagai penegak hukum.
“Terutama dalam melakukan pendalaman dan pengembangan kasus,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan