Jakarta – Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menyebutkan lebih dari 60 persen kasus korupsi di Indonesia berkaitan dengan masalah suap menyuap dan itu nilainya di bawah 1 Miliar.
Pengalaman di KPK, kata Abdullah, 43 persen kasus yang ditangani KPK, berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ). Padahal, setiap tahun 35 persen APBN untuk PBJ.
“Artinya, uang negara yang bocor setiap tahun adalah 35 kali 43 kali 2000 Triliun lebih. Jadi kalau KPK tidak dibenarkan menangani kasus korupsi di bawah 1M, berarti tidak lama lagi Indonesia akan bangkrut,” ungkap Abdullah, Kamis (11/8/2016).
Di KPK, menurut Abdullah, dalam penanganan kasus dikenal namanya big fish yang memiliki kriteria factor figur, nominal kerugian negara, dan dampak yang ditimbulkan. Artinya, sambung Abdullah, meskipun uang yang dikorupsi tidak sampai 1M, tapi calon tersangka adalah seorang pejabat publik yang penting seperti Menteri atau Gubernur strategik seperti DKI, maka KPK sendiri yang menanganinya.
“Kalau cuma Gubernur atau Bupati di Papua atau pedalaman Kalimantan yang mustang strategic tapi yang dikorupsi puluhan, apalagi ratusan Miliar maka KPK sendiri yang menanganinya,” beber dia.
Selanjutnya, masih kata Abdullah, pejabat yang biasa saja yang dikorupsi juga tidak terlalu besar, tetapi dampak nya besar maka KPK sendiri yang juga menanganinya. Agar korupsi yang di bawah 1 M juga ditangani KPK tapi prioritas KPK adalah yang ratusan M atau Triliunan, ia pun menyarankan agar setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus itu dilimpahkan ke Kepolisian atau Kejaksaan.
“Jadi secara yuridis formal KPK tetap bisa tangani kasus korupsi yang di bawah 1 M tapi prioritas KPK adalah puluhan Miliar atau Triliunan,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan