Jakarta – Korban salah tangkap dan rekayasa kasus, Andro Suprianto dan Nurdin Prianto bersyukur atas keputusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (09/08). Hakim Tunggal perkara Nomor 98/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel, Totok Sapto Indrato S.H., M.H., menyatakan menerima sebagian permohonan ganti kerugian Andro dan Nurdin. Hakim menyatakan bahwa negara harus membayar ganti kerugian kepada Andro dan Nurdin karena telah ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili dengan keliru. Andro dan Nurdin mendapat ganti kerugian masing-masing sejumlah 36 juta.

Putusan tersebut menyatakan bahwa negara melalui Kementrian Keuangan harus membayar sejumlah uang (total 72 juta) atas perbuatan aparat yang sembrono dan tidak profesional.

Pengacara Publik LBH Jakarta Bunga Siagian mengatakan putusan tersebut mengisyaratkan agar negara harus memperhatikan proses penegakkan hukum agar tidak terjadi lagi kasus salah tangkap sebagaimana yang menimpa Andro dan Nurdin.

“Presiden harus melihat masalah ini sebagai permasalahan yang krusial, dalam praktik penegakan hukum pidana di Indonesia dan berupaya memperbaikinya,” jelas Bunga, Rabu (10/8/2016).

Lebih lanjut, Bunga mengemukakan persoalan semacam ini muncul karena KUHAP membatasi peran Jaksa sebagai pengendali perkara (dominus litis). Selama ini Jaksa hanya memantau, memberi petunjuk serta menerima hasil akhir (berkas) penyidikan Kepolisian. Alhasil, kata dia, perolehan bukti-bukti yang direkayasa pun dapat melenggang masuk ke Pengadilan.

“Seharusnya, Kejaksaan sebagai pengendali perkara dapat mengawasi langsung proses penyidikan. Perlu terobosan hukum, RKUHAP yang diusung ke DPR sebenarnya juga sudah mengakomodir agar masalah ini terpecahkan,” tambahnya.

Hal senada juga dilontarkan Arif Maulana Kepala Bidang Fair Trial LBH Jakarta yang menegaskan dengan dikabulkannya tuntutan ganti kerugian sebagai hak korban salah tangkap ini menjadi pintu masuk bagi masyarakat untuk mewujudkan keadilan. Masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan negara dapat menuntut negara melalui Peraturan Pemerintah 92 Tahun 2015.

“Bagi korban-korban ketidakadilan yang dilakukan oleh negara, dalam kasus ini adalah Andro dan Nurdin berhak menuntut ganti kerugian kepada negara,” terang Arif.

Diketahui, Andro dan Nurdin adalah dua pengamen di daerah Cipulir yang pernah menjadi korban salah tangkap dan harus menjalani peradilan sesat sejak tahun 2013. Mereka dituduh membunuh seseorang bernama Dicky Maulana tanpa ada bukti yang menunjukkan hal tersebut. Pada saat itu Andro dan Nurdin mengalami penyiksaan dari aparat Kepolisian agar mengakui perbuatan yang tidak mereka lakukan.

Tanpa pengawasan dari Kejaksaan, berbekal bukti-bukti yang direkayasa penyidikan pun berlanjut hingga tahap penuntutan. Proses peradilan bagi Andro dan Nurdin berlangsung hingga keduanya dinyatakan bersalah dan
dijatuhkan hukuman di tingkat pertama. Pada tahap banding dan kasasi mereka diputus tidak bersalah.

Pada akhir persidangan praperadilan Hakim Totok menyerahkan kelanjutan eksekusi pencairan kepada Kementrian Keuangan. Ia menjanjikan penetapan akan segera keluar sehingga putusan dapat segera diproses dan Kementerian Keuangan melakukan pembayaran kepada Andro dan Nurdin.

“LBH Jakarta berharap dalam waktu 14 hari setelah penetapan pengadilan dan permohonan diterima oleh Kementerian, para korban dapat menerima pembayaran ganti kerugian tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) PP No. 92 tahun 2015,” tutup Arif.

Temukan juga kami di Google News.