Jakarta – Pilpres 2019 hampir dipastikan akan diikuti oleh dua pasang capres-cawapres. Pasangan pertama adalah Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yang diusung oleh sembilan partai dalam Koalisi Indonesia Kerja yaitu PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKB, Nasdem, Hanura, PKPI, Perindo, dan PSI, dengan total kursi di DPR 60,4 persen.

Pasangan kedua adalah Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yang diusung oleh koalisi partai yang terdiri dari Gerindra, PKS, PAN, PBB, Berkarya, dengan total kursi di DPR 28,7 persen. Sementara Partai Demokrat yang mempunyai kursi 10,9 persen, tetap mengarah untuk bergabung dengan koalisi pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Pemerhati Politik Indonesia Stanislaus Riyanta menilai kedua kubu yang akan bertanding ini cukup mengejutkan publik dengan pilihan pasangan yang akan maju bertanding. Joko Widodo yang semula hingga menit-menit terakhir masih dikabarkan akan didampingi oleh Mahfud MD, ternyata yang diumumkan untuk menjadi pendamping adalah Ma’ruf Amin. Sementara Prabowo Subianto yang kedekatannya dengan kelompok basis agama diperkirakan akan memilih ulama, ternyata justru didampingi oleh Sandiaga Uno yang merupakan kader dari Gerindra dan berlatar belakang pengusaha.

“Pilihan Joko Widodo untuk didampingi oleh Ma’ruf Amin adalah strategi yang sangat jitu untuk menutup serangan-serangan dari oposisi,” tegas mahasiswa Doktoral bidang Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini, Jumat (10/8/2018).

Menurutnya, Joko Widodo beberapa waktu terakhir dideskreditkan dengan stigma bersebrangan kelompok berbasiskan agama. Dengan dipilihnya Ma’ruf Amin maka stigma tersebut langsung terpatahkan. Sebaliknya Prabowo Subianto yang selama ini dekat dengan kelompok basis agama, justru tidak memilih tokoh agama/ulama sebagai wakilnya. Joko Widodo dan koalisi pengusungnya sangat cerdas bahkan bisa dianggap sudah menang satu langkah di depan.

“Apakah kemudian Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sudah kehilangan peluang? Tentu tidak. Pilihan Joko Widodo untuk memilih Ma’ruf Amin juga membuat sebagian pendukung Joko Widodo terutama yang bersimpati terhadap Basuki Tjahaja Purnama, pada penistaan agama, akan kecewa. Ma’ruf Amin selaku Ketua MUI mempunyai peran besar terhadap nasib Basuki Tjahaja Purnama yang akhirnya dipenjara. Basis massa ini kemungkinan akan kecewa dan berpindah kepada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atau justru akan menjadi golput,” bebernya.

Di sisi lain, kata dia, pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin menurunkan tensi polarisasi yang diprediksi akan terjadi pada Pilpres 2019. Prediksi semula, kelompok petahana akan bertanding melawan kelompok basis agama. Strategi Joko Widodo sebagai petahanan memilih Ma’ruf Amin secara langsung mereduksi potensi polarisasi massa pada Pilpres 2019. Ma’ruf Amin yang merupakan Ketua MUI adalah representasi dari kelompok berbasis agama.

“Dengan komposisi ini maka pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin akan meraup basis suara dari nasionalis dan kelompok agama sekaligus,” sebutnya.

Dari sisi perspektif ekonomi, tambah dia, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bisa memanfaatkan sentimen negatif terhadap sektor ekonomi yang dalam beberapa hal cukup kuat terhadap pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Sandiaga Uno yang mempunyai latar belakang sebagai penguasaha dapat menggalang kekuatan kelompok pengusaha untuk menjadi pendukungnya. Sentimen terhadap tenaga kerja asing yang menjadi salah satu isu melemahkan Joko Widodo selama menjadi Presiden bisa dimanfaatkan oleh Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk menggalang massa yang kontra dengan kebijakan investasi dan masuknya tenaga asing di Indonesia.

“Secara umum diprediksi Pilpres 2019 akan berlangsung dengan aman dan damai. Polarisasi terutama menyangkut politik identitas akan tereduksi. Celah-celah kerawanan untuk menggunakan identitas SARA sebagai daya tarik akan tertutup oleh komposisi masing-masing pasangan. Pilpres 2019 juga tidak memberikan ruang kepada kelompok garis keras/radikal, yang pada Pilkada DKI 2017 cukup kuat memberikan pengaruh politik,” paparnya.

“Prediksi sementara dengan situasi saat ini Joko Widodo-Ma’ruf Amin peluang untuk menang lebih besar,” ucapnya lagi.

Dikatakannya, pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dapat merangkul basis massa nasionalis dan kelompk basis agama. Joko Widodo dengan kekuatan sebagai petahana sebelumnya mempunyai program kerja infrastruktur yang mampu menembus daerah-daerah yang selama ini terabaikan. Dengan berbagai pertimbangan tersebut peluang Joko Widodo-Ma’ruf Amin untuk memenangkan Pilpres 2019 lebih besar.

“Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno lebih kecil peluangnya karena kurang mengakomodasi kelompok berbasis agama yang selama ini mendukung Prabowo Subianto. Kekecewaan dari kelompok berbasis agama karena ditinggalkan dan lebih memilih Sandiaga Uno tentu akan mengurangi dukungan secara signifikan. Selain itu berbagai rekam jejak Joko Widodo lebih positif daripada Prabowo Subianto, termasuk dalam Pilpres sebelumnya,” bebernya.

Lebih jauh, Stanislaus mengatakan kondisi politik Indonesia menuju Pilpres 2019 ini dapat dikategorikan mempunyai level risiko rendah, Pilpres 2019 diprediksi akan berlangsung dengan aman dan damai. Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno adalah kader-kader terbaik bangsa yang akan diuji siapa yang paling banyak dipercaya oleh masyarakat.

“Siapapun hasilnya diharapkan mereka adalah kader terbaik bangsa yang akan membawa negara Indonesia lebih baik dan lebih sejahtera, bukan hanya untuk kelompok dan golongannya,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.