Jakarta – Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto menyebutkan banyaknya aksi teror belakangan ini memang karena permasalahan UU Terorisme yang lama yang tidak kuat untuk menjerat para pelaku kejahatan terorisme,

“UU anti terorisme Indonesia yang lama masih mempunyai banyak kekurangan, jika dibandingkan dengan UU anti terorisme di Malaysia. Di Malaysia, setiap orang yang pulang dari negara konflik itu langsung dipenjara” kata mantan rektor Sekolah Tinggi Intelijen Negara ini.

Hal itu mengemuka dalam diskusi publik dengan tema “Langkah Pemberantasan Terorisme Pasca Disahkannya UU Terorisme” di Gedung Yayasan Komunikasi Indonesia, Matraman, yang diinisiasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia cabang Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Wakadensus 88 Brigjen Eddy Hartono menegaskan bahwa pihak Kepolisian RI banyak melakukan upaya preventif dalam menanggulangi aksi teror.

“Memang kami bekerja dalam menanggulangi teroris tidak sering meng-ekspos hal ini ke masyarakat, dan dengan menggunakan UU Terorisme yang baru ini, kita juga dapat melihat bahwa ada pemulihan bagi para korban terorisme yang ditanggung oleh negara,” tegas beliau.

Kolonel Zainul Bahar, Asisten Intelijen Kodam Jaya juga mengatakan hal yang sama, bahwa TNI siap sedia membantu Kepolisian dalam melawan aksi terorisme.

“Di dalam UU TNI nomor 34 tahun 2004 disebutkan disitu ada OMSP, Operasi Militer Selain Perang, nah pemberantasan terorisme juga termasuk, dan sekarang ada UU Terorisme yang baru, kami dari TNI akan siap membantu,” terangnya Kolonel Zainul Bahar.

Sementara itu, Erasmus Napitupulu, Direktur Program ICJR menyampaikan pemaparannya bahwa sebenarnya UU Terorisme yang baru ini tidak terlalu dibutuhkan, ini dikarenakan di perundang-undangan yang lain punya cukup kewenangan untuk menjerat para pelaku tindak pidana terorisme.

“Contohnya, jika melakukan kejahatan terorisme kepada kepala negara kan ada pasal makar, hukumannya berat, tetapi itu tidak pernah digunakan, hanya jadi pasal yang tertidur saja” tukasnya.

Ditempat yang sama, Dave Laksono, anggota DPR RI Komisi 1, yang menjelaskan bagaimana UU Terorisme ini akhirnya terbentuk serta apa saja yang ditambahkan dalan UU Terorisme ini.

“Kami di DPR sangat mendesak terbentuknya UU Terorisme ini, saya sering bilang, apakah perlu ada bom lagi baru UU terorisme ini terbentuk, permasalahannya memang dalam pembahasan definisi. Definisi terorisme harus jelas agar bisa membantu kinerja dari rekan-rekan penyelidik di lapangan,” terang Dave yang juga anggota pansus RUU Terorisme.

Dan pemaparan dari Firman Jaya Daeli yang merupakan mantan komisi di bagian politik dan hukum DPR RI mengatakan bahwa peran serta masyarakat dalam mengawal UU Terorisme yang baru ini sangat diperlukan.

“Civil Society harus bergerak untuk mengawal UU Terorisme yang baru ini serta UU Terorisme ini harus menyediakan ruang untuk edukasi kepada masyarakat terkait dengan penanggulangan kejahatan terorisme,” tegas mantan anggota DPR komisi Politik dan Hukum itu.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pembagian plakat penghargaan, foto bersama dan buka puasa bersama.

Temukan juga kami di Google News.