Jakarta – Polemik soal kuburan massal peristiwa 1965 menjadi perhatian khusus oleh Pemerintahan Jokowi. Namun ada kesalahan mendasar dalam ketatanegaraan ketika Presiden memerintahkan bawahannya yaitu Menhan untuk mencari kuburan massal peristiwa 1965.

“Penolakan yang dilakukan oleh Menhan adalah hal yang sangat benar karena bukan menjadi wilayah kerja Menteri Pertahanan,” demikian disampaikan Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, Senin (16/5/2016).

Menurut Mahasiswa Pascasarjana Univ. Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta itu, tugas dan fungsi Kementerian Pertahanan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pertahanan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Dijelaskan dia, dalam melaksanakan tugas pun, Kementerian Pertahanan menyelenggarakan fungsinya: pertama, perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertahanan. Kedua, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pertahanan. Ketiga, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pertahanan. Dan terakhir, pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

“Berdasarkan penjelasan tugas dan fungsi dari kemenhan itu, maka semakin jelas bahwa penolakan Menhan mencari kuburan massal 1965 karena mengacu dari tugas dan fungsi dari Kemenhan itu sendiri,” tuturnya.

Sehingga, lanjut Hari, Menhan tidak mau menyalahi prosedur kerjanya. Dan Presiden Jokowi jadi gagal paham bila menginstrusikan Menhan untuk mencari kuburan massal 1965. Karena Menhan sangat paham dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sehingga menolak perintah Presiden Jokowi.

“Dalam aturan ketatanegaraan semestinya Presiden Jokowi sudah memahami tugas dan fungsi bawahannya, sehingga tidak menyalahi prosedur yang bukan menjadi wilayah kewenangan anak buahnya. Semoga kedepannya Presiden Jokowi tidak gagal paham dalam memberikan tugas kepada bawahannya,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.