Jakarta – Teriakan melawan oligarki dan manifeso kita 99 % menggema sebagai tema acara yang digelar Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (10/5/2016).

Dalam acara yang dikemas sebagai penutupan pendidikan itu, para peserta Kalabahu angkatan 37 kompak telah berinisiatif menyuarakan terhadap perlawanan terhadap Oligarki yang diartikan melawan sistem kekuasaan dalam suatu negara yang hanya dimiliki segelintir orang atau mereka menguasai kehidupan kebanyakan orang.

“Tindakan ini dilakukan di berbagai bidang dalam kehidupan, baik bidang hukum, ekonomi, sipil, politik, sosial dan budaya. Metode yang digunakan oleh para oligart dalam menguasai hajat hidup orang banyak dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan dominasi secara ideologi dan dengan cara yang represif melalui hukum, modal dan kekerasan. Sehingga dalam pelaksanaan negara oleh pemerintah dalam pengambilan keputusan pun dapat dimasuki kepentingan-kepentingan yang memihak kepada para oligark tanpa memerhatikan kepentingan warga negara,” ungkap Ketua Panitia Harry Ashari.

Turut mengundang beberapa narasumber dan jaringan dari LBH Jakarta di antaranya Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, Riyan Khobari dari Arus Pelangi, Hasmia Djalil dari Solidaritas Perempuan, dll. Mereka satu persatu menyampaikan berbagai aspirasi dan menyuarakan pandangan-pandangannya tentang bagaimana tindakan-tindakan oligarki yang telah terjadi di Indonesia.

Harry melanjutkan dalam riset yang dilakukan oleh Bank Dunia, bahwa banyak pembangunan yang mengesankan di negara-negara berkembang tidak diikuti oleh penurunan angka kemiskinan yang signifikan. Itu artinya pembangunan dan kesejahteraan hanya dimiliki oleh sebagian orang.

“Mereka menguasai perekonominan dengan mekanisme pasar untuk meloloskan kepentingan kapitalis,” katanya.

Ditempat yang sama Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa mengapresiasi acara Kalabahu angkatan 37 yang berlangsung dengan meriah. “Saya termasuk orang yang bangga, dan baru kali ini penutupan Kalabahu diambil alih oleh para peserta dan hasilnya menakjubkan,” ucapnya.

Alghif juga mengingatkan kepada Kalabahu angkatan 37 adalah sebagai program perekrutan dari LBH Jakarta. Meski kedepan tidak bergabung menjadi Pengabdi Bantuan Hukum, diharapkan tetap menjadi keluarga besar LBH Jakarta.

“Dimanapun Alumni Kalabahu berada. Dan ada tradisi jika ingin mengabdi sebagai pengacara LBH Jakarta, maka wajib mengikuti Kalabahu. Apakah itu anaknya Alm. Adnan Buyung atau anaknya Bambang Widjojanto, kita tak pandang bulu dan beda-bedakan. Kalabahu jadi catatan wajib di LBH Jakarta,” jelasnya.

Sementara itu, Pengacara Publik LBH Jakarta Eni Rofiatul mengungkapkan enelitian yang dilakukan oleh Invid menunjukkan bahwa gaji CEO rata-rata sekisar 3 Miliar Rupiah, TOP CEO sekitar 7 miliar rupiah dalam 1 bulan, sedangkan gaji buruh dalam 1 bulan hanya sekitar 3,3 juta. Butuh berpuluh-puluh tahun bagi buruh untuk menyamai raihan gaji seorang CEO dalam satu bulan. Kata dia, ketidakadilan ini terjadi karena adanya dominasi dari pemilik modal untuk menekan pengeluaran. Pemerintah seakan tidak ambil tindakan, mengingat mayoritas pejabat juga merupakan bagian dari oligarki.

“Beberapa pejabat juga menjabat sebagai kepala partai politik, juga pemilik beberapa perusahaan besar, pemilik media, dan memiliki jaringan ke lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” ujarnya.

Pada fase berikutnya acara dilanjutkan dengan mimbar bebas, tahap awal, dilakukan oleh gafur salah satu perwakilan Kalabahu 37 2016. Gafur berpendapat Oligarki yang terjadi pada zaman orde baru bekerja secara sentralistik, menyebabkan kesengsaraan rakyat di daerah. Tan malaka pernah menyatakan bahwa jika ingin menguasai dunia maka harus menguasai indonesia. Sehingga dengan sumber kekayaan yang sangat besar dan jumlah penduduk yang besar, seharusnya kita menjadi negara yang kaya dari negara lain.

“Kita harus menepis mitos yang mengatakan jika oligark kaya maka kita akan menjadi kaya. Itu semua hanyalah tipuan. Oligark tidak akan rela memberikan kekuasaannya kepada rakyat, kita pernah menjatuhkan oligark pada zaman Soekarno dan Soeharto. Secara historis kita yang berjumlah 99% dapat menghancurkan kekuatan oligarki yang hanya berjumlah 1%. Pilihannya adalah tunduk dan tertindas atau bangkit serta melawan,” bebernya.

Selain itu, juga diisi seni, dan lantunan musik perlawanan terhadap oligarki yang dimainkan oleh ananda badudu. Dan di puncak acara, yaitu pemutaran video perlawanan terhadap oligarki dan pembacaan Manifesto oleh Yusuf Nainggolan, diikuti dengan penangdatangan manifesto oleh Ketua Panitia acara Manifesto Harry Ashari, Ketua Panitia KALABAHU 37 Eny Rofiatul, Ketua LBH Jakarta Algifari Aqsa, Perwakilan BEM Universitas Indraprasta PGRI, Perwakilan jaringan serikat buruh, Perwakilan dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Perwakilan dari Universitas Bung Karno, Perwakilan dari Kampus LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab), Perwakilan Kampus STMT TRISAKTI, Perwakilan warga Rumpin, MARJINAL, SORGEMAGAZINE, dan Jaringan Papua. Penandatangan manifesto tersebut merupakan kristalisasi komitmen jaringan dan tamu yang hadir untuk turut serta melawan segala bentuk oligarki.

Acara pun ditutup dengan dentuman lagu perlawanan terhadap oligarki yang di iramakan oleh satu band kawakkkan yaitu Marjinal.

Temukan juga kami di Google News.