Antonius Benny Susetyo
Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober mengajak bangsa Indonesia untuk merenungi makna mendalam dari Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara. Peristiwa sejarah 30 September 1965 yang kelam menjadi pengingat penting tentang kekuatan Pancasila dalam menjaga kesatuan bangsa di tengah ancaman ideologis dan konflik politik. Namun, peringatan ini seharusnya tidak hanya sekadar ritual seremonial, melainkan harus menjadi momentum untuk merefleksikan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai inklusif Pancasila—Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial—adalah pedoman yang menegaskan pentingnya penghormatan terhadap keberagaman dan kemanusiaan. Di era modern ini, tantangan terbesar adalah bagaimana menjadikan Pancasila lebih dari sekadar hapalan. Roso dari Pancasila harus hidup dalam setiap tindakan warga negara. Implementasi nilai-nilai Pancasila seperti keadilan sosial, penghargaan terhadap kemanusiaan, dan semangat gotong royong harus diwujudkan dalam kebijakan pemerintah, interaksi sosial, hingga dunia pendidikan. Generasi muda, yang sering kali terputus dari pemahaman sejarah mendalam, perlu didorong untuk menginternalisasi Pancasila tidak hanya sebagai simbol negara, tetapi sebagai falsafah hidup. Pendidikan Pancasila tidak boleh sekadar hafalan lima sila, tetapi harus dihayati dan diterapkan dalam keseharian melalui sikap saling menghargai, kebersamaan, dan kepedulian sosial. Dengan demikian, memperingati Hari Kesaktian Pancasila bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi menjadi momen untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila tetap relevan dan diaktualisasikan di tengah kemajuan zaman serta kompleksitas sosial yang dihadapi bangsa Indonesia. Lebih dari itu, Hari Kesaktian Pancasila harus menjadi ajang untuk meneguhkan kembali bahwa Pancasila adalah ideologi yang inklusif, mampu mengakomodasi perbedaan, dan menjadi perekat yang mempersatukan bangsa. Mengingat tantangan global saat ini, seperti meningkatnya individualisme, polarisasi politik, hingga terorisme, nilai-nilai Pancasila harus dihidupkan kembali sebagai kompas moral yang menuntun setiap warga negara dalam bertindak dan bersikap. Pancasila tidak boleh hanya menjadi konsep normatif yang dihafal dalam teks, tetapi harus menjadi laku hidup yang nyata.
Sikap saling menghormati dan keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila harus tercermin dalam perilaku politik para pemimpin dan dalam interaksi sosial masyarakat. Pengaplikasian Pancasila juga menuntut pemerintahan yang bersih, transparan, dan melayani rakyat. Pemerintahan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan akan memperkuat rasa kepercayaan publik terhadap negara, sekaligus menegaskan bahwa Pancasila adalah jawaban atas tantangan-tantangan demokrasi modern yang cenderung mengarah pada fragmentasi sosial. Seiring dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi, pendidikan nilai-nilai Pancasila juga harus beradaptasi. Generasi muda, sebagai penerus bangsa, harus diajak untuk memahami Pancasila dalam konteks yang relevan dengan tantangan zaman. Misalnya, melalui penggunaan media sosial, film pendek, atau narasi-narasi kreatif yang menggambarkan aktualisasi nilai-nilai Pancasila. Dalam dunia yang semakin terkoneksi, Pancasila harus dilihat sebagai ideologi yang mampu menjawab kebutuhan akan persatuan dalam keberagaman.
Pada akhirnya, pelaksanaan Pancasila bukanlah tugas satu hari, tetapi sebuah perjalanan panjang dalam membentuk karakter bangsa yang kuat. Aktualisasi “Roso Pancasila” dalam kehidupan sehari-hari menjadi bukti kesaktian Pancasila yang sebenarnya—sebuah ideologi yang mampu bertahan dan terus relevan, bukan karena dipaksakan, tetapi karena dihidupkan dan dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan betapa pentingnya Roso Pancasila yang dirasakan bukan hanya sebagai ideologi negara, tetapi sebagai pedoman moral dalam berinteraksi sosial, politik, dan ekonomi. Pancasila mengajarkan kita untuk menghargai kemanusiaan, menjunjung tinggi keadilan, dan merawat persatuan, terutama di tengah masyarakat yang semakin beragam dan kompleks. Kesaktian Pancasila bukan terletak pada doktrin yang dipaksakan, melainkan pada kemampuannya untuk menjiwai setiap tindakan warga negara. Jika nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan dengan konsisten, Indonesia dapat menjadi bangsa yang lebih inklusif, toleran, dan adil. Inklusivitas Pancasila terlihat dalam bagaimana setiap sila memberi ruang bagi semua golongan dan agama untuk hidup berdampingan dengan damai. Di sinilah peran generasi muda sangat penting, sebagai agen perubahan yang tidak hanya menghafal Pancasila, tetapi juga menghidupkan nilai-nilainya dalam perilaku sehari-hari.
Untuk itu, pendidikan Pancasila harus lebih relevan dan aplikatif. Daripada sekadar menghafal lima sila, generasi muda perlu diajak untuk memahami bagaimana Pancasila dapat menjadi panduan dalam menghadapi isu-isu kontemporer, seperti kesenjangan sosial, hak asasi manusia, dan tantangan globalisasi. Penanaman nilai Pancasila melalui praktik nyata—misalnya melalui kegiatan sosial, diskusi terbuka, dan kreativitas digital—akan membuat Pancasila tidak lagi sekadar teks formal, melainkan nilai hidup yang dirasakan. Di tengah derasnya arus ideologi dari luar, tantangan terbesar adalah menjaga agar Pancasila tetap menjadi ideologi pemersatu yang relevan. Dengan memperingati Hari Kesaktian Pancasila, kita diingatkan kembali bahwa Pancasila bukan sekadar warisan sejarah, tetapi juga solusi hidup yang harus dijalankan. Perjalanan bangsa ini telah membuktikan bahwa Pancasila memiliki daya tahan luar biasa dalam menghadapi berbagai guncangan, baik dari dalam maupun luar. Namun, untuk terus bertahan, Pancasila harus tetap hidup dalam hati dan tindakan setiap warga negara.
Dengan demikian, Hari Kesaktian Pancasila harus menjadi momentum untuk tidak hanya merenungi sejarah, tetapi juga merumuskan kembali komitmen kita dalam mengaktualisasikan Pancasila. Setiap langkah yang diambil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus selalu berpijak pada nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, agar cita-cita untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan beradab bisa tercapai. Pancasila tidak hanya sakti karena mampu bertahan dari berbagai cobaan, tetapi karena mampu memberi arah bagi masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tinggalkan Balasan