Antonius Benny Susetyo
Budayawan
Pendidikan adalah tulang punggung pembangunan bangsa. Di Indonesia, pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan masyarakat yang cerdas, mandiri, dan berkarakter. Filosofi pendidikan nasional, yang berpijak pada nilai-nilai Pancasila, merupakan landasan dalam menciptakan manusia Indonesia yang berintegritas, memiliki kemampuan berpikir kritis, dan siap menghadapi tantangan global. Namun, visi besar ini tidak akan tercapai tanpa kepemimpinan yang memahami secara mendalam filosofi pendidikan. Salah satu kritik yang cukup menohok datang dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia, Jusuf Kalla (JK), yang menyoroti kinerja Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim. Menurut JK, menteri pendidikan seharusnya memiliki pengalaman dan kompetensi yang kuat dalam bidang pendidikan. Pernyataan ini memicu perdebatan tentang pentingnya seorang menteri pendidikan yang tidak hanya memahami aspek teknis administrasi pendidikan, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang filosofi pendidikan yang sejalan dengan cita-cita bangsa.
Ki Hajar Dewantara, sebagai Bapak Pendidikan Nasional, mengajarkan bahwa pendidikan tidak sekadar proses transfer ilmu, tetapi juga proses pembentukan karakter dan jati diri anak bangsa. Filosofi pendidikan yang diusungnya, yang dikenal sebagai “Among”, menekankan pada pentingnya memberi kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan potensi dirinya. Dalam filosofi ini, guru bukanlah otoritas yang mendominasi, tetapi fasilitator yang membantu siswa menemukan jati dirinya. Menteri pendidikan yang tidak memahami filosofi ini akan cenderung melihat pendidikan sebagai alat produksi, yang menghasilkan lulusan dengan keterampilan teknis semata, tanpa memperhatikan aspek-aspek penting seperti karakter, moralitas, dan nilai-nilai kebangsaan. Pendidikan yang hanya berfokus pada hasil akhir, seperti pencapaian nilai akademis, tanpa memperhatikan proses pembentukan karakter, akan menghasilkan generasi yang terampil tetapi kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia.
Dalam diskusi yang diadakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama Universitas Negeri Malang (UM), etika dalam penyelenggaraan negara dan pendidikan menjadi salah satu fokus utama. Pendidikan yang baik tidak hanya menghasilkan individu yang cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki etika yang kuat dalam kehidupan sosial dan bernegara. Filosofi pendidikan Pancasila harus mampu membentuk manusia Indonesia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan negara.n amun, kenyataannya, seperti yang diungkapkan dalam diskusi tersebut, pendidikan seringkali menjadi alat politik atau ekonomi semata. Pendidikan kehilangan maknanya sebagai proses pembentukan manusia yang utuh, dan lebih banyak diarahkan untuk memenuhi tuntutan industri dan pasar kerja. Hal ini menunjukkan pentingnya peran seorang menteri pendidikan yang memahami filosofi pendidikan dalam arti yang lebih luas, yaitu sebagai alat untuk membentuk manusia yang beretika dan berkarakter.
Pendidikan di Indonesia seharusnya kembali kepada cita-cita proklamasi, yaitu menciptakan masyarakat yang cerdas dan beradab. Cita-cita ini hanya bisa tercapai jika pendidikan nasional didasarkan pada filosofi yang kuat dan dipimpin oleh seseorang yang benar-benar memahami hakikat pendidikan. Menteri pendidikan harus mampu menerjemahkan amanat konstitusi, yang menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam proses pendidikan, penting untuk menekankan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara. Kurikulum pendidikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga siswa tidak hanya belajar membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai keutamaan yang terkandung dalam Pancasila. Ini adalah tugas besar yang hanya bisa dilakukan oleh seorang menteri pendidikan yang memiliki pemahaman mendalam tentang filosofi pendidikan.
Salah satu permasalahan mendasar dalam pendidikan saat ini adalah pandangan bahwa pendidikan hanyalah bagian dari mesin industri. Guru-guru dipandang sebagai bagian dari birokrasi yang menjalankan tugasnya dengan beban administratif yang berat, sehingga kehilangan esensi sebagai pendidik yang seharusnya merdeka dalam mengajar. Pendidikan seharusnya menjadi proses yang memerdekakan, di mana guru memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang terbaik bagi siswa. Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa pendidikan adalah proses untuk membentuk manusia Indonesia yang utuh, yang memiliki kemandirian dalam berpikir dan bertindak. Jika pendidikan hanya diarahkan untuk memenuhi tuntutan industri, maka kita akan kehilangan generasi yang mampu berpikir kritis dan memiliki kesadaran akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Sistem birokrasi dalam pendidikan seringkali menjadi penghambat bagi kemajuan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan yang seharusnya bersifat dinamis dan adaptif terhadap perkembangan zaman, justru terjebak dalam sistem yang kaku dan tidak responsif. Birokrasi yang berlebihan membuat guru dan tenaga pendidikan lainnya kehilangan fleksibilitas dalam mengajar, sehingga tidak bisa memberikan yang terbaik bagi siswaPendidikan yang seharusnya bersifat dinamis dan adaptif terhadap perkembangan zaman, justru terjebak dalam sistem yang kaku dan tidak responsif. Salah satu permasalahan mendasar dalam pendidikan saat ini adalah pandangan bahwa pendidikan hanyalah bagian dari mesin industri. Guru-guru dipandang sebagai bagian dari birokrasi yang menjalankan tugasnya dengan beban administratif yang berat, sehingga kehilangan esensi sebagai pendidik yang seharusnya merdeka dalam mengajar. Pendidikan seharusnya menjadi proses yang memerdekakan, di mana guru memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang terbaik bagi siswa. Guru seharusnya berperan sebagai penggerak dalam membentuk manusia Indonesia yang utuh, sesuai dengan filosofi pendidikan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara.
Jika pendidikan hanya diarahkan untuk memenuhi tuntutan industri, maka kita akan kehilangan generasi yang mampu berpikir kritis dan memiliki kesadaran akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Pendidikan yang terlalu berorientasi pada keterampilan teknis akan menghasilkan generasi yang terampil secara teknis, tetapi tidak memiliki kepekaan sosial dan kesadaran politik. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang Menteri Pendidikan untuk melihat pendidikan sebagai proses yang lebih luas dari sekadar memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja.. Ini adalah salah satu alasan mengapa pendidikan di Indonesia perlu dipimpin oleh seorang Menteri Pendidikan yang tidak hanya memahami administrasi, tetapi juga memiliki visi untuk membebaskan pendidikan dari belenggu birokrasi yang menghambat. Pendidikan nasional harus mampu menciptakan manusia Indonesia yang berdikari di bidang ekonomi, politik, dan memiliki kepribadian yang kuat. Filosofi ini, yang diusung oleh Bung Karno, menegaskan bahwa pendidikan bukanlah alat untuk memperkaya segelintir orang, tetapi merupakan proses untuk menciptakan masyarakat yang mandiri dan memiliki harga diri sebagai bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, seorang Menteri Pendidikan harus memiliki visi yang jelas tentang bagaimana membebaskan pendidikan dari sistem birokrasi yang berlebihan, sehingga pendidikan bisa berjalan lebih efektif dan adaptif. Ini adalah salah satu alasan mengapa pendidikan di Indonesia perlu dipimpin oleh seorang menteri yang tidak hanya memahami administrasi, tetapi juga memiliki visi untuk memajukan pendidikan dengan membebaskannya dari belenggu birokrasi yang menghambat. Pendidikan nasional harus mampu menciptakan manusia Indonesia yang berdikari di bidang ekonomi, politik, dan memiliki kepribadian yang kuat. Filosofi ini, yang diusung oleh Bung Karno, menegaskan bahwa pendidikan bukanlah alat untuk memperkaya segelintir orang, tetapi merupakan proses untuk menciptakan masyarakat yang mandiri dan memiliki harga diri sebagai bangsa Indonesia. seorang menteri pendidikan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang filosofi pendidikan. Tanpa pemahaman ini, pendidikan akan kehilangan arah dan tujuan, serta hanya menjadi alat politik dan ekonomi.
Menteri pendidikan harus mampu menerjemahkan cita-cita proklamasi ke dalam sistem pendidikan yang membentuk manusia Indonesia yang cerdas, berkarakter, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan negara. Pemimpin pendidikan yang ideal adalah mereka yang memahami bahwa pendidikan bukan sekadar proses akademis, tetapi juga proses pembentukan manusia seutuhnya. Dengan demikian, penting bagi presiden yang akan datang untuk memilih menteri pendidikan yang tidak hanya populer, tetapi juga memiliki kompetensi dan visi yang jelas dalam memajukan pendidikan nasional sesuai dengan filosofi yang telah dicanangkan oleh para pendiri bangsa. Pendidikan yang bermakna adalah pendidikan yang mampu menjadikan manusia Indonesia sebagai insan yang berdikari, memiliki kepribadian, dan mencintai bangsanya.
Tinggalkan Balasan