Tahun pemilu presiden 2024 kali ini terasa sejuk dan tenang. Hampir semua warga masyarakat, terutama klas menengah, ikut berpartisipasi dalam proses pemilihan. Di kedai kopi, di restoran atau di tempat-tempat orang berkumpul, masyarakat bicara tentang proses pemilu presiden.
Ada yang bicara tentang perilaku para pendukungnya, ada yang tertarik ulah calonnya dan ada pula yang kagum dengan militansi pendukungnya.
Yang menyenangkan dalam pemilu tahun ini adalah tidak terlalu tajam friksi sosialnya maupun tingkat polarisasi dalam masyarakat. Mulai muncul kesadaran adanya kompetisi dari sesama anak bangsa. Karena itu dalam pilpres kali ini, semua candidat tidak saling menjelek-jelekkan kompetitornya. Siapapun yang menang semua untuk Indonesia.
Polarisasi politik tahun 2019 yang memunculkan istilah cebong dan kampret. Hajatan pilpres tahun ini terasa lebih santai dan sejuk.
Rakyat mulai sadar bahwa pilpres itu bukan sesuatu yang harus diletakkan di atas segalanya. Rakyat terlihat mulai pandai dalam menyuarakan dukungan terhadap pasangan calon yang akan dipilihnya.
Tidak terlihat ada pertekarang politik, atau perselisihan ideologi. Semua dijalankan dengan penuh kesadaran akan Indonesia yang satu. NKRI harga mati yang harus dijaga untuk tetap utuh dalam kesatuan republik Indonesia.
Setelah ribut sebentar dalam proses penentuan usia wakil presiden, kini fokusnya bagi para pendukung, soal memenangkan pimilu presiden satu putaran.
Ada fanatisme yang kocak bagi para pendukung untuk menang dalam satu putaran. Kubu AMIN yang sering mendapatkan penilaian oleh lembaga-lembaga survai dengan perolehan suara paling rendah, yakin bahwa AMIN akan memenangkan satu kali putaran. Keyakinan itu bukan tanpa dasar. Menurut pendukungnya, karena jumlah umat Islam 85 persen, kalau seluruh umat memilih pasangan AMIN maka Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar akan mendudukki tampuk kekuasaan paling tinggi.
Bagi pendukung fanatik, kemenangan di depan mata. Tentu saja cara berpikir seperti itu tidak saja dimiliki dari kubu AMIN saja tapi juga kubu Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka dan Ganjar Pronowo -Mahmud MD.
Para pendukung setelah kemarin masing-masing calonnya mendapatkan nomer urut, mereka semakin mantap dalam bekerja memenangkan calonnya. Prabowo-Gibran juga berteriak menang dalam satu putaran. Begitu juga Ganjar – Mahfud menang satu putaran. Ketiganya meneriakkan menang satu putaran. Walaupun nanti yang menang hanya satu pasang calon. Yang tidak terpilih harus legowo.
Setelah tahapan pemilu dilalui di KPU, maka tidak dak ada lagi diskusi tentang perlunya lembaga selektorat. Berbicara tentang perlunya lembaga selektorat terasa untuk hari ini, terasa mundur atau tidak tepat.
Selektorat adalah lembaga yang menyeleksi calon. Dalam konteks ini calon presiden dan wakil presiden. Pada lewel yang lain, selektorat itu juga menyeleksi calon anggota legislatif dan pimpinan daerah.
Lembaga selektorat itu penting untuk meningkatkan kualitas calon. Menurut pakar politik di dunia barat, Best dan Cotta, selektorat merupakan aktor perantara penting dalam proses perekrutan. Selektorat dapat beranggotakan satu orang atau banyak orang – hingga seluruh pemilih dalam satu bangsa tertentu.
Lebih tegas lagi, selektorat – atau lebih tepatnya penyeleksi, yaitu badan pencalonan seorang pemimpin.
Di dalam lembaga selektorat itu seorang calon pemimpin diuji wawasannya, integritasnya, komitmennya dan ketinggian tingkat moralitasnya.
Di Indonesia hal itu tidak terlihat ada, dalam menentukan calon presidennya. Mungkin secara internal partai juga mempunyai selektorat, tetapi tidak diumumkan secara terbuka luas. Mungkin hanya untuk kepentingan internal partai politik.
Pemilu presiden tahun 2029, barangkali perlu dibentuk dan dihadirkan lembaga selektorat untuk menguji dan menentukan calon pemimpin.
Kehadiran lembaga selektorat perlu untuk memastikan kualitas calon presiden dan wakil presiden. Agar pasangan calon berpikir rasional, obyekti dan transparan. Semua bisa dicek dan diricek.
Kualitas dan kesediaan calon pemimpin di Indonesia diuji oleh masyarakat luas merupakan langkah maju bagi bangsa Indonesia.
Penulis : Isti Nugroho
Tinggalkan Balasan