Jakarta – Sepanjang tahun 2015 di DKI Jakarta telah terjadi 113 Kasus penggusuran paksa, 8.145 diantaranya Kepala Keluarga dan 6.283 Unit Usaha, dari 113 kasus penggusuran 84% menggunakan APBD yang uangnya didapat dari masyarakat, dan paling mengkhawatirkan adalah keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penggusuran paksa.
LBH Jakarta mencatat bahwa dari 113 kasus penggusuran paksa 65 kali TNI terlibat aktif dalam melakukan penggusuran di DKI Jakarta sepanjang tahun 2015, data tersebut belum termasuk penggusuran baru-baru ini di Kampung Aquarium (kawasan pasar ikan) yang bersebelahan dengan Luar Batang, Jakarta Utara yang juga melibatkan TNI dalam proses penggusuran paksa.
“Keteriibatan aparat TNI di dalam kasus-kasus penggusuran paksa sesungguhnya bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang TNI yang menjelaskan pada Pasal 7 tugas TNI adalah menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah operasi militer selain perang dalam membantu tugas pemerintah daerah atau membantu Kepolisian,” demikian disampaikan Anggota LBH Jakarta, Alldo Fellix Januardy, saat jumpa pers di LBH Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Dijelaskan Alldo, berdasarkan Pasal 33 ayat (2) UU Penanganan Konflik Sosial, pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, wajib mengajukan permohonan bantuan terlebih dahulu untuk mengerahkan aparat TNI kepada Presiden Republik Indonesia. Kata dia, jika merujuk Pasal 40 ayat (1) PP Penanganan Konflik Sosial, pengajuan bantuan tersebut baru dapat dilaksanakan setelah adanya penetapan status keadaan konflik oleh pemerintah atau Presiden Republik Indonesia.
“Yang perlu diperhatikan juga bahwa penggusuran paksa tidak masuk dalam definisi konflik sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ke 1 UU Penangan Konflik Sosial dan sama sekali tidak termasuk dalam kriteria situasi yang diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan untuk menggunakan kekuatan TNI sebagaimana diatur di dalam Pasal 40 ayat (2) PP Penanganan Konflik Sosial,” bebernya.
Alldo melanjutkan, keteriibatan TNI berhadapan dengan masyarakat sebenarnya sudah banyak teradi di Indonesia, dan beberapa sangat aktif seperti di Papua. Selain itu, kata dia, juga melakukan pengamanan tempat-tempat yang masuk dalam kategori aset vital. Bahwa tugas TNI adalah menjaga kedaulatan Negara dan rakyat, keterlibatan TNI dalam Proses penggusuran paksa adalah kemunduran dari proses demokrasi dan reformasi militer, karena TNI tidak benar-benar kembali ke barak.
Maka dari itu, pihaknya mendesak TNI untuk tidak lagi terlibat di dalam kasus-kasus penggusuran paksa ketentuan Peraturan perundang-undangan. Ini juga merupakan bentuk pelanggaran HAM yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, juga bentuk intimidasi bagi para korban pengusuran.
Sementara itu, Koordinator Advokasi Urban Poor Consorsium (UPC) dan Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta Gugun Muhammad menyampaikan surat somasi yang ditujukan kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait maraknya kasus penggusuran di era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pihaknya mendesak kepada Panglima TNI agar pertama, berhenti ikut serta dalam kegiatan penggusuran, karena penggusuran adalah kebijakan politik kota bukan mengenai kedaulatan dan keutuhan NKRI.
“TNI harus kembali fokus terhadap tupoksinya sesuai UU No. 34 tahun 2004 untuk menegakkan kedaulatan rakyat dan mempertahankan NKRI melalui penjagaan perbatasan negara dan melindungi segenap rakyat terhadap ancaman negara Iain,” tukas Gugun.
Tinggalkan Balasan