Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo tengah dikaitkan dengan kasus korupsi proyek e-KTP. Keterlibatan Agus dalam proyek e-KTP disebut oleh mantan Mendagri Gamawan Fauzi.

Menurut Gamawan, Agus yang saat itu menjabat sebagai Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) memberikan rekomendasi terkait proyek e-KTP.

Kini Agus telah menjadi Ketua KPK dan kasus korupsi e-KTP tengah dikebut KPK. Muncul pertanyaan, apakah penyidik KPK akan memeriksa Ketua KPK Agus Rahardjo terkait rekomendasi proyek e-KTP?

Ketua Presidium Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) Haris Pertama pun mendesak sudah selayaknya Agus juga turut diperiksa lantaran diduga terlibat dalam kasus tersebut meskipun sudah mengklarifikasi dan membantahnya.

“Dewan etik yang ada di KPK harus segera memeriksa Agus terkait kasus e-KTP,” tegas Haris, Jumat (21/10/2016).

Lebih lanjut, Haris berharap kejanggalan kelolosan proyek pengadaan e-KTP ini bisa dibuka secara terang benderang ke publik. Dia pun meminta agar hukum tidak pandang bulu meskipun nantinya Agus bakal diperiksa jika bukti nanti sudah menunjang.

“Jangan pandang bulu dalam urusan hukum. Siapapun yang bersalah harus diadili. Buku secara terang benderang dan transparan,” jelasnya.

Haris menambahkan kasus tersebut agar segera dipercepat dan jangan diulur-ulur untuk menghindari polemik yang kini menyita perhatian publik.

“Jangan sampai kepercayaan ke masyarakat menjadi pudar gara-gara kasus ini. Apalagi nanti kalau sudah kecewa, bisa saja rakyat malah minta bubarkan KPK,” tandasnya.

Sebelumnya, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyebut, Ketua KPK Agus Rahardjo terlibat dalam skandal proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).

Menurut Gamawan, Agus disebut-sebut sebagai pejabat negara yang meloloskan proyek yang kini penuh dengan nuansa korupsi tersebut.

Gamawan menjelaskan, pada November tahun 2009 atau sebelum proyek e-KTP dimulai, program pengadaan e-KTP dilaporkannya kepada Wakil Presiden Boediono. Itu karena perintah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 yang mengamatkan selambat-lambatnya lima tahun setelah diterbitkan, pemerintah harus menyediakan nomor induk kependudukan untuk masyarakat.

Gamawan juga mengaku sudah meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendampinginya. Setelah Rancangan Anggaran Dasar proyek selesai, Kementerian Dalam Negeri meminta audit lagi kepada BPKP.

Setelah proses di DPR selesai, diteken Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, dana proyek itu cair. Kemudian tender e-KTP berjalan. Meski begitu, Gamawan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit proyek itu setiap tahun.

Gamawan mengklaim saat itu belum ada masalah. Bahkan, ketika tender proyek dipermasalahkan dan masuk ke pengadilan karena dugaan persaingan usaha yang tidak sehat, Mahkamah Agung (MA) menyatakan bersih alias tak ada pesaingan kotor.

Temukan juga kami di Google News.