Jakarta – Tak terasa sudah hampir dua tahun pemerintahan Jokowi-JK telah diberi amanah rakyat untuk memimpin negeri ini. Tepatnya pada 20 Oktober 2016 nanti genap berusia 2 tahun. Berbagai hambatan dan rintangan pun telah menjadi makanan keseharian kabinet Jokowi-JK dalam mewujudkan visi besar Nawacita Jokowi-JK.

Selama dua tahun itu, tak hanya pujian bahkan kritik pun dilontarkan berbagai kalangan. Rakyatpun mengevaluasi apakah sejauh ini pemerintahan sudah berjalan sesuai prinsip good governance dan komitmen dengan janji-janji saat kampanye.

Padahal, diawal panggungnya Jokowi-JK meraih simpati rakyat, cara blusukan ditengah masyarakat membuat Presiden dikenal sebagai pemimpin yang merakyat. Kini imej tersebut semakin memudar.

Bagi Organisasi Kemahasiswaan Tingkat Nasional yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus itu pun menggugat janji kampanye pemerintahan Jokowi-JK. Mereka menilai apa yang dicapai Jokowi-JK dalam dua tahun pemerintahan ini masih jauh dari janji kampanyenya.

Kelompok Cipayung Plus pun berniat akan menggelar simposium nasional mahasiswa Indonesia yang akan diikuti 500 an perwakilan mahasiswa seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke pada 19 Oktober 2016 di Gedung Joeang 45 Menteng Jakarta.

“Untuk menghasilkan solusinya itu, kita akan sampaikan manifesto didepan Istana Negara pada 20 Oktober 2016 sebagai puncak rangkaian kegiatan. 2000 an mahasiswa tergabung Aliansi Mahasiswa Menggugat akan ikut turun ke jalan, dan rapat umum juga akan dilaksanakan diseluruh Kabupaten/Kota se Indonesia,” tegas Ketua Presidium PP PMKRI, Angelo Wake saat jumpa pers mengevaluasi 2 tahun kepemimpinan Jokowi-JK di Cafe Deli, Jakarta Pusat, Selasa kemarin (11/10).

Kelompok Cipayung Plus terdiri dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Buddist Indonesia (Hikmahbudi), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Pelajar Islam Indonesia (PII), HIMMAH, dan LMND.

Lebih lanjut, Angelo menyesalkan arah pembangunan nasional selama dua tahun ini masih jauh seperti yang didengungkan oleh Jokowi-JK saat kampanye. Pembangunan nasional tidak melalui masterplan yang tepat sehingga beberapa kali harus menggodok ulang APBN adalah bukti ketidaksiapan pemerintah saat ini.

“Ini terbukti pembangunan nasional selama 2 tahun menyimpang dan salah prosedur. Pembangunan tak merata dan dilakukan dengan menggunakan hutang,” ungkap Angelo.

Masih Banyak Masalah

Presidium Pimpinan Pusat KMHDI I Made Wirasaya menyoroti sisi pembangunan infrastruktur. Wirayasa mengkritisi beberapa kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang dinilai terlalu arogan. Alokasi belanja infrastruktur pada 2016 sebesar Rp. 317,1 Triliun, atau naik sembilan persen dari 2015 dan rencananya akan dinaikkan menjadi 400 Triliun yang bersumber dari hasil tax amnesty.

“Beberapa kebijakan yang diberikan kepada investor harus ditinjau lebih matang karena kepastian hukum tak sepenuhnya dapat diandalkan untuk kontrak imparsial dan obyektif. Kebijakan dan strategi pemerintah yang sering tidak jelas dan berubah dalam waktu singkat,” tutur Wirayasa.

Masih kata Wirayasa, selama ini masyarakat Indonesia hanya menjadi ladang pedagangan hasil bumi sendiri yang menyebabkan harga beli jauh lebih mahal dari harga jual. Indonesia adalah pengekspor gas bumi, tapi ironisnya harga gas justru lebih mahal dari pada negara lain.

“Paket kebijakan ekonomi tahap III yang digadang-gadang sebagai solusi masih belum menghasilkan apa-apa,” jelasnya.

Dikatakan Wirayasa, evaluasi lainnya adalah disektor pendidikan yang dianggarkan 20 % dari APBN, tetapi dari 1,8 juta ruang kelas hanya 466 ribu dalam kondisi yang baik. Dia menyayangkan angka putus sekolah yang mencapai 6.800 orang pertahun di NTT.

“Hutang Indonesia pun semakin meningkat. Per OkOber sudah menyentuh angka 3.438 Triliun dan akan terus meningkat,” bebernya.

2 Tahun Berjalan, Masih Jauh dari Nawacita

Sementara itu, Ketua Umum PMII Aminuddin Maruf lebih mengkritisi pelaksanaan Amnesty Pajak yang tidak mampu menyasari aset-aset di luar negeri.

“Amnesty pajak kita masih salah sasaran,” sesal Aminuddin.

Selain itu, lanjut dia, jelang dua tahun periode pemerintahan ini pun masih banyak yang tidak sesuai dengan nilai dan visi misi Nawacita seperti yang digaungkan. Ekspektasi rakyat Indonesia sangat besar setelah kemenangan Jokowi-JK. Harapan rakyat saat itu seakan mendapat kepastian akan terciptanya bangsa Indonesia yang adil, makmur, sejahtera, aman dan berdaulat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan.

“Sudah sepantasnya kita melakukan koreksi. Evaluasi menyeluruh untuk memastikan pemerintahan Jokowi-JK tetap dalam jalur dan koridor dalam visi Nawacitanya,” ucap dia.

Lebih jauh, Aminuddin memandang sektor ekonomi menjadi paling banyak sorotan. Salah satunya, munculnya dominasi investasi asing satu negara yaitu Cina. Ia mencontohkan kereta cepat yang boleh dikatakan tidak sesuai dengan visi Presiden yang ingin membangun Indonesia dari pinggiran.

“Dampak dari investasi asing yang didominasi oleh satu negara itu mengakibatkan banjirnya tenaga kerja asing khususnya dari negara asal investasi. Ini fakta yang susah untuk dibantah lagi,” tandasnya.

Reshuffle Jilid 2 Masih Belum Memuaskan

Dalam rentang waktu itu, pemerintah telah berupaya melakukan tugasnya termasuk mengelola dan mengatasi berbagai permasalahan yang timbul di negeri ini. Salah satu langkah yang dilakukan itu adalah perombakan kabinet alias reshuffle. Tercatat, Presiden Jokowi sudah dua kali merombak kabinetnya.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menegaskan reshuffle jilid 2 kabinet kerja Jokowi dianggap masih belum memuaskan. Kinerja pembantu Presiden dinilai tak ada perubahan yang signifikan.

“Saya kira belum ada signifikan dan memuaskan kerja pemerintahan Presiden Jokowi,” kata dia.

Bahkan, kata Pengamat Politik Hendri Satrio, pemerintahan Jokowi masih diwarnai kegaduhan.

“Ekonomi belum membaik, dan pemerintahan masih diwarnai kegaduhan,” pungkasnya

Temukan juga kami di Google News.