Jakarta – Program tax amnesty yang digulirkan pemerintah sejak 1 Juli 2016 kini semakin banyak menuai tantangan regulasi. Pasalnya, lahirnya Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak itu telah mengundang gugatan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dari berbagai kalangan terutama dari kelompok buruh. Para buruh berpandangan program pengampunan pajak dinilai salah sasaran dan penuh dengan ketidakadilan.

‎Selain itu, langkah tersebut merupakan cerminan dari kegelisahan ratusan juta rakyat Indonesia yang kini mulai dikejar-kejar petugas pajak dengan ancaman UU Tax Amnesty (TA). Terlebih lagi, tax amnesty dianggap sudah melenceng dari tujuan awalnya. Sementara pemerintah berniat untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi dalam 10 tahun terakhir dengan gencar mengkampanyekan program pengampunan pajak.

Namun, bagi buruh, kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal justru memilih untuk tidak mengikuti program tax amnesty. Padahal, banyak masyarakat dari berbagai latar belakang baik pengusaha maupun pejabat negara telah mengikuti program tax amnesty. Termasuk Presiden Joko Widodo yang mendaftarkan perusahaannya ikut tax amnesty. Kata Iqbal, peserta tax amnesty yakni pihak perseorangan yang sudah melakukan pengemplangan pajak.

“Saya enggak ikut, yang ikut tax amnesty yang mengemplang pajak,” tegas Iqbal di Gedung Joeang 45, Menteng Jakarta Pusat, Senin kemarin (10/10/2016).

Partai buruhIqbal memastikan dirinya sudah membayar semua pajak yang berasal dari penghasilannya. Sehingga, tidak ada harta yang perlu dilaporkan melalui program pengampunan pajak. “Apa yang mau saya laporan? Saya sudah bayar pajak,” ungkap dia.

Lebih lanjut, Iqbal menegaskan pihaknya akan terus menyerukan isu-isu pencabutan UU Tax Amnesty tersebut dengan menggelar aksi besar-besaran secara nasional.

“Pada pertengahan bulan November 2016 nanti ribuan buruh akan dilakukan aksi unjuk rasa besar-besaran, dengan menghentikan produksi dan keluar dari pabrik,” sebut dia.

Kata Iqbal, demo berskala nasional itu akan dilakukan oleh seluruh elemen buruh, termasuk buruh Pelabuhan dan Transportasi Online. Itulah langkah-langkah yang akan diambilnya mengingat aksi demo sebelumnya dinilai tidak mendapatkan respon dari Pemerintah. Iqbal mengancam akan menurunkan massanya mencapai satu juta buruh untuk turun ke jalan menolak program pengampunan pajak tersebut.

“Upah murah merupakan upaya mengembalikannya rezim yang tidak berpihak dengan buruh. Seharusnya pemerintah lebih bijak dalam menangani persoalan pajak, jangan sampai uang-uang yang didaftarkan tidak tahu asal-usulnya,” terang dia.

Amnesty Pajak adalah Kebohongan

Saksi Ahli Judicial Review UU Tax Amnesty Salamuddin Daeng menegaskan bahwa amnesty pajak yang diluncurkan oleh pemerintah adalah suatu kebohongan. Sebab, kata Daeng, tidak ada database yang mengatakan pihak-pihak yang harus diampuni dan pihak yang harusnya didenda.

“Saat memberikan kesaksian, saya katakan bahwa Tax Amnesty adalah kebohongan. Ini adalah kebohongan yang dilakukan oleh Pemerintah dan kebohongan yang dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan Tax Amnesty,” tegas Daeng saat seminar perlawanan bertemakan “Jebakan dan Ancaman Lahirnya UU Tax Amnesty”.

Daeng mengingatkan fenomena ini justru memunculkan mafia pajak sekelas Gayus Tambunan. Ini sama saja melegalisasi kejahatan, melanggar Pancasila dan justru menjadikan negara sebagai markas kriminal bandar narkoba, tempat pencucian uang dan markas para koruptor.

“Jangan sampai ada Gayus Tambunan yang kedua,” ujarnya.

Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) itu mencontohkan perbedaan penerapan Tax Amnesty di Brazil dengan di Indonesia. Kata Daeng, di Brazil, Tax Amnesty lebih luas lagi yaitu di segala sektoral dan berfungsi untuk mengurangi harga-harga yang dapat dirasakan oleh rakyat Brazil, sedangkan di Indonesia tidak seperti itu hanya menguntungkan pihak-pihak yang mendapatkan pengampunan pajak saja.

“Memang ini diakui bahwa tax amnesty bersifat menghukum wajib pajak yang taat. Ini jelas melanggar prinsip keadilan bagi setiap orang di hadapan hukum karena dia dihukum, padahal dia taat, sementara yang tidak taat terus diberi keleluasaan,” cetusnya.

Tujuan Tax Amnesty untuk Perbaikan Ekonomi Tak Masuk Akal

Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai tujuan Tax Amnesty sebagai perbaikan perekonomian sektoral sangat tidak masuk akal dan tidak beralasan. Kata dia, pertumbuhan perekonomian Triwulan justru mengalami kemerosotan demikian juga untuk pertumbuhan ekonomi sektoral yang hanya bisa naik sebesar 0,5%.

“Tujuan Tax Amnesty untuk perbaikan perekonomian sektoral sangat tidak masuk akal dan tidak beralasan,” sebut dia.

Masih kata Bhima, dengan adanya Tax Amnesty yang seharusnya PPH sebesar 15%, dapat dibayarkan sebesar hanya 2% saja. Realisasi Tax Amnesty, kata dia, deklarasi dalam negeri berjumlah Rp. 2.540 Triliun sedangkan deklarasi luar negeri sebesar Rp. 952 Triliun. Rekor Tax Amnesty sebuah prestasi dimana uang tebusan Tax Amnesty Indonesia tertinggi di dunia.

“Kebocoran PPN sejak tahun 2003 sampai 2015 semakin meningkat, penyebabnya Pengusaha tidak kena pajak PPN, banyak produk dikecualikan dari PPN dan faktur fiktif permainan oknum Pengusaha,” paparnya.

Maka itu dia berharap program pengampunan pajak itu harus dapat menjadi pioneer pembangunan di daerah. Sebab, dengan pembangunan infrastruktur melalui dana tax amnesty, maka secara tidak langsung hal ini akan berdampak pada munculnya minat investor untuk berinvestasi di luar Jawa.

“Jadi nantinya ekonomi kita itu tidak hanya tumbuh di Jawa tapi di luar Jawa. Tentunya dengan berbagai proyek pembangunan sebelumnya. Apalagi untuk GDP yang tinggi itu juga sangat bergantung ke ekonomi daerah,” tuturnya.

Ada Konspirasi Besar Jika Gugatan UU Tax Amnesty Ditolak

Praktisi Hukum Hermawanto menyebut bahwa salah jika Tax Amnesty itu adalalh kewenangan Presiden. Kata Hermawanto, seharusnya Presiden dalam memberikan Tax Amnesty berdasarkan pertimbangan DPR RI terlebih dahulu.

“Tax Amnesty tidak berdasar kewenangan Presiden, bilamana ada yang menggugat di Mahkamah Konstitusi namun ditolak maka saya curiga ada konspirasi yang cukup kuat mengingat selama ini MK selalu mengeluarkan keputusan yang berpihak kepada pemerintah,” ucap dia.

Hermawanto melanjutkan didalam hukum Indonesia, dana yang dapat ditarik yaitu pajak dan pendapatan diluar pajak namun tidak pernah menganut dana tebusan. Ia pun mengakui bahwa negara saat ini membutuhkan dana yang cukup besar, namun tidak seimbang dengan kesadaran yang rendah.

“Mengapa diberikan pengampunan pajak jika kesadarannya rendah, sedangkan Negara sedang membutuhkan dana besar. Pertanyaan yang harus penting dijawab yaitu, siapa yang benar-benar patuh diberikan Tax Amnesty? ,” tandasnya.

Jokowi Bentuk Satgas Tax Amnesty

Dalam rangka mengimplementasikan program tersebut, Presiden Joko Widodo telah membentuk satuan tugas (task force) dengan dasar hukum yakni Keputusan Presiden (Keppres) Nomer 32 Tahun 2016 yang ditandatangi Presiden pada 4 Oktober 2016 lalu. Satgas tax amnesty terdiri dari empat tim yakni tim pengarah, tim bidang teknis, tim bidang repatriasi, dana dalam negeri, dan investasi, serta tim bidang hukum. Dan Menteri Keuangan Sri Mulyani didaulat oleh Presiden Jokowi sebagai Ketua Tim Pengarah Satgas “Tax Amnesty”.

Salah satu tugasnya yakni memberikan arahan dan petunjuk dalam rangka koordinasi antar unit atau instansi terkait pelaksanaan teknis penempatan dana repatriasi. Sedangkan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi ditunjuk Presiden sebagai Ketua Teknis dan Administrasi Pelaksanaan Pengampunan Pajak. Selain melibatkan jajaran Kementerian Keuangan, Satgas tersebut juga diisi oleh pejabat kementerian dan lembaga lain.

Diantaranya yakni Sekretaris Negara (Mensesneg), Sekretaris Kabinet (Seskab), Menteri Hukum dan HAM, Menteri Luar Negeri (Menlu), Ketua Dewan Komisioner OJK, Gubernur Bank Indonesia, Jaksa Agung, hingga Kapolri. Bahkan, pejabat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga dilibatkan dalam Satgas tax amnesty tepatnya di tim bidang repatriasi, dana dalam negeri, dan investasi, serta tim bidang hukum. Setiap ketua, wakil Ketua, hingga anggota Satgas Pengampunan Pajak dan pihak atau pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan Gugus Tugas Pengampunan Pajak, wajib menjaga kerahasiaan, keterangan, data, dan atau atau informasi yang digunakan untuk pelaksanaan tugas.

Keppres Nomer 32 Tahun 2016 sendiri hanya berlaku hingga masa akhir program tax amnesty yakni pada 31 Maret 2017. Dengan begitu masa kerja Satgas tax amnesty akan berakhir pada tanggal tersebut.

Temukan juga kami di Google News.