Jakarta – Proyek reklamasi Teluk Jakarta masih mengundang perdebatan. Kekhawatiran terbesar mengenai dampak turunan pengerjaan kawasan itu mengarah ke sektor lingkungan dan sosial. Tak henti-hentinya sejumlah pihak berkomentar miring terkait proyek reklamasi tersebut.
Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Rahmat S Labib menegaskan proyek reklamasi sejatinya bukanlah untuk kepentingan rakyat melainkan mensejahterakan para asing dan aseng.
“Apa yang terjadi pada penguasa hari ini adalah antara perkataan dan perbuatan berbeda. Ketika akan berjuang ingin mensejahterahkan rakyat tapi kenapa menaikkan harga BBM. Sama halnya dengan reklamasi,” ungkap Rahmat.
Hal itu mengemuka saat Halqah Islam dan Peradaban HTI bertema “Ada Bahaya Cinaisasi Dibalik Reklamasi Teluk Jakarta” di Gedung Joeang 45 Menteng Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2016).
Lebih lanjut, Rahmat menyayangkan tindakan perbuatan penguasa yang berbeda dengan perkataannya. Sementara, kata dia, rakyat dipaksa untuk tunduk pada hukum tapi didalam kasus ini, Rahmat mempertanyakan Menko Maritim Luhut Panjaitan yang memerintahkan untuk melanjutkan proyek reklamasi pulau G yang sebelumnya sempat dihentikan sementara oleh eks Menko Maritim Rizal Ramli sebelumnya.
“Ini dimana konsistensinya, dimana kata dan perbuatannya berbeda,” ujarnya.
Sementara itu, juru bicara HTI Ismail Yusanto melihat ada tiga persoalan dibalik proyek tersebut. Pertama, kata dia, adalah reklamasi itu sendiri. Sebab, kata dia, pantai merupakan milik umum, dan menurut pandangan Islam petugas juga harus menjaganya demo pemanfaatan milik umum itu ke rakyat/publik.
“Negara tidak boleh menyerahkan tempat umum itu pada koorporasi,” ungkap Ismail.
Menurut dia, bukan terletak pada izin lengkap atau tidaknya proses proyek reklamasi tersebut. Bagi Ismail, hal itu sudah batal demi hukum. Persoalan berikutnya, sambung dia, dibalik persoalan itu ada persoalan politik yang sangat serius.
“Jadi itu bukan pada persoalan bisnis. Jika nanti untuk memenangkan Ahok di Pilkada DKI dengan menghabiskan dana 30 T itu adalah persoalan kecil, karena dimata para pengembang itu mereka sudah memperoleh keuntungan bisa mencapai 200 T,” tuturnya.
Masih kata Ismail, ada suatu rekayasa demografi untuk menjalankan penguasaan dinegeri ini dan secara politik negara ini dikuasai oleh China, dan persoalannya bukan masalah ras melainkan kapitalis. Kata dia, watak kapitalis dimana-mana itu adalah serakah.
“Jika bumi bisa ditelan, ya mungkin ditelan juga,” ujarnya.
Selanjutnya, tambah Ismail, persoalan berikutnya adalah sistem ideologi. Jika betul Presiden Joko Widodo (Jokowi) bekerja untuk rakyat, maka sudah semestinya keputusan Menko Rizal Ramli yang membatalkan reklamasi pulau G itu bisa dikukuhkan.
“Tapi kenapa malah Menkonya diganti dengan berbagai dalih pembatalan itu dianulir. Ini menunjukkan Presiden kita tidak pro rakyat, dan kedaulatan berada ditangan konglomerat. Kebijakan yang keluar justru pro konglomerat,” beber dia.
Mantan KSAL TNI Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto menilai saat ini bangsa Indonesia tenggelam pada persoalan kecil dibalik persoalan besar. Dan Indonesia terlalu cantik sehingga semua negara menginginkannya.
“Kondisi sekarang, nilai-nilai pada Pancasila kita dihancurkan. Dan apa yang terjadi sekarang ini, prosesnya sudah panjang,” ungkap Slamet.
Dikatakan Slamet, masalah reklamasi adalah bagian dari strategi para aseng. Mereka berusaha menguasa perekonomian agar bisa merebut kekuasaan.
“Jika Jakarta bisa dikuasai, ya berarti itu menguasai Indonesia,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara mengakui bahwa proyek reklamasi itu sudah bermasalah sejak awal.
“O iya itu sudah sangat jelas, tidak mungkin ada kisruh dan gugatan-gugatan. Apalagi ada demo penolakan reklamasi,” ucap dia.
Kata Marwan, agenda proyek reklamasi itu ada jangka panjangnya, yakni menguasai kaum pribumi. Nantinya bukan hanya kota-kota besar melainkan perkebunan juga bakal mereka kuasai.
“Ini akibat pemimpinnya tidak komitmen kuat untuk pro pada rakyatnya,” tuturnya.
Marwan menyayangkan anggota DPR yang juga ikut diam saja atas ketidak berdayaan para konglomerat. “Apa mungkin mereka juga dapat dari pemburu rente,” katanya.
Selain itu, kata Marwan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah didukung penuh oleh rakyat agar terus eksis justru semakin dijadikan alat kekuasaan. Rentetan kasus besar, seperti skandal reklamasi tidak mengarah kepada bos Podomoro nya.
“Kenapa KPK diam saja, dan malah berhenti di kacungnya. KPK jangan jadi sebagai alat kekuasaan. Termasuk kasus Ahok, seperti Sumber Waras, BMW, lahan Cengkareng, KPK jangan mencari dalih agar Ahok tidak ditangkap,” sesal dia.
Pengamat Kebijakan Publik Dr. M. Rahmat Kurnia menilai aneh dibalik skandal reklamasi ini. Keanehan itu, sudah mulai terjawab berawal disaat Menko Rizal Ramli kala itu dalam memutuskannya tidaklah gegabah. Sebab, dari hasil penelitian melibatkan 3 Kementerian terkait yakni KLH, Perikanan dan Kelautan serta Perhubungan.
“Tentu dari kerusakan terhadap lingkungan itu bermacam-macam. Dan ini ada bahaya besar,” ujarnya.
Selanjutnya, sambung Rahmat, setelah dibatalkan oleh Rizal, reshuffle kabinet pun bergulir dan korbannya adalah yang menghalangi proyek reklamasi.
“Dari sini, konspirasinya sudah kelihatan ada sesuatunya lho,” tegas dia.
Rahmat mensinyalir, proyek reklamasi yang jalan terus ini ada kepentingan dan tekanan besar. Kalau kepentingan, itu ada pengusaha diwakili investor yang mayoritas adalah negara China.
“Kalau tekanan itu ada kata kunci seperti yang disampaikan Pak Luhut, Ni reputasi pemerintah,” beber dia.
Apa itu reklamasi?
Reklamasi adalah pengurukan kawasan air dengan tanah hingga menjadi daratan yang bisa digunakan sebagai lahan untuk berbagai keperluan, seperti kompleks perumahan, perkantoran, atau tempat wisata.
Negara mana yang pernah melakukan reklamasi pantai?
Dubai adalah salah satu negara yang sukses dengan reklamasi. Mereka membangun Palm Island dan World Island dengan menguruk lahan di pantai. Jepang juga berhasil membangun bandara Haneda di atas lahan reklamasi. Dua landasan pesawat di bandara Tokyo ini adalah hasil reklamasi pada 2000.
Singapura juga berhasil menambah luas lahannya dengan reklamasi. Bahkan mereka akan kembali mereklamasi pantai timur negara pulau itu. Reklamasi seluas 1.500 hektare ini disebut sebagai reklamasi terbesar dalam sejarah Singapura. Rencananya, lahan itu akan digunakan sebagai tempat tinggal buat 200 ribu penduduk.
Apa bahaya reklamasi?
Ada harga yang harus dibayar dengan reklamasi. Di Indonesia, setidaknya ada empat wilayah yang mau direklamasi. Pantai Losari di Makassar, Teluk Benoa di Bali, Teluk Talisse di Palu dan Pantai Utara di Jakarta.
Reklamasi berpotensi merusak ekosistem laut dan memicu abrasi. Manajer Penanganan Bencana Wahana Lingkungan Indonesia Mukri Priyatna mengatakan wilayah ekosistem di Teluk Jakarta akan hancur bila proyek reklamasi tetap dilanjutkan.
Reklamasi juga bisa memperburuk pencemaran lingkungan. Reklamasi juga membuat pulau lain tenggelam karena lebih rendah. Infrastruktur yang sudah tertanam di kawasan yang akan direklamasi pun bisa terganggu.
PLN mengingatkan bahaya reklamasi di pantai utara Jakarta bisa mengganggu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang, PLTU Priok dan PLTGU Muara Tawar yang ketiganya menjadi pemasok utama listrik di Jakarta dan sekitarnya.
Bagaimana sejarah reklamasi di Jakarta?
Reklamasi di bagian utara Jakarta sudah mulai pada 1980-an. PT Harapan Indah mereklamasi kawasan Pantai Pluit selebar 400 meter dengan penimbunan. Daerah baru yang terbentuk digunakan untuk permukiman mewah Pantai Mutiara.
Dalam catatan Kompas, PT Pembangunan Jaya melakukan reklamasi kawasan Ancol sisi utara untuk kawasan industri dan rekreasi pada 1981.
Hutan bakau Kapuk yang direklamasi sepuluh tahun kemudian untuk pemukiman mewah yang kini disebut Pantai Indah Kapuk. Jakarta mereklamasi buat kepentingan industri yakni Kawasan Berikat Marunda pada 1995.
Gubernur DKI Jakarta waktu itu Wiyogo Atmodarminto menyatakan, reklamasi ke utara Jakarta dipilih karena perluasan ke arah selatan sudah tidak memungkinkan lagi.
Pada 1995, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan yang menjadi dasar reklamasi, Keppres No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Dua tahun kemudian, Bappenas menggeluarkan Keputusan Ketua Bappenas No. KEP.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta.
Tahun 2010, terbentuk Persetujuan KLHS Teluk Jakarta oleh Kementerian LH dan disepakati oleh tiga Provinsi, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Pada 2003, Kementerian Lingkungan Hidup memutuskan proyek reklamasi ini tak layak.
Pada 2011, para pengembang di calon lahan reklamasi memenangkan gugatan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Sejak 2012, proyek ini berjalan lancar.
Untuk apa reklamasi Jakarta ini?
Ada 17 pulau yang akan dibangun, mulai dari pulau A hingga Q. Tiga kawasan akan membagi pulau ini Kawasan barat untuk pemukiman dan wisata. Kawasan tengah untuk perdagangan jasa dan komersial. Sedang kawasan timur untuk distribusi barang, pelabuhan, dan pergudangan.
Pembangunan Daerah DKI Jakarta, ada 9 perusahan pengembang properti mendapat bagian pembangunan di lahan reklamasi.
1. PT Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Marunda
2. PT Pelindo II
3. PT Manggala Krida Yudha
4. PT Pembangunan Jaya Ancol
5. PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu)
6. PT Jaladri Eka Pasti
7. PT Taman Harapan Indah
8. PT Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan Agung Podomoro)
9. PT Jakarta Propertindo.
Proyek reklamasi ini dinilai membahayakan dan merugikan oleh pegiat lingkungan.
Tinggalkan Balasan