Jakarta – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Jakarta, Andi Hamzah, menegaskan kasus yang sudah di P-21 tidak boleh dikeluarkan SP-3 karena hal itu bertentangan dengan KUHAP, dan aparat yang melakukan dapat dikenai tindak pidana serius.

“Kalau benar ada kasus yang sudah P-21 lalu dikeluarkan SP-3 oleh aparat penegak hukum, ini merupakan pelanggaran serius yang dilakukan penegak hukum dan dapat dikenai pidana karena jelas tidak sesuai dengan KUHAP,” tegas Andi, ketika dihubungi wartawan, Rabu, (21/9/2016).

guru-besar-trisaktiLebih lanjut, Guru Besar Universitas Trisakti ini mengatakan apalagi jika ada intervensi perkara yang sedang disidik oleh penyidik, tentu sangat menciderai hukum itu sendiri.

“Asumsinya tidak boleh ada tindakan yang digunakan untuk menekan para penyidik, karena penyidik punya aturan sendiri,” tambahnya.

Tahap berikut dari perkara yang sudah di P21, kata Andi, adalah melimpahkannya ke pengadilan. Jika sudah P21, maka satu-satunya jalan adalah melimpahkan ke Pengadilan.

“Nanti pengadilan yang memutuskan apakah bukti dan saksi yang diajukan mencukupi atau tidak untuk diputus bersalah atau bebas,” bebernya.

Sebelumnya ramai dibicarakan di media sosial tentang langkah Polri yang mengeluarkan SP3/Penghentian penyidikan padahal kasus tersebut sudah SP-21 oleh Kejaksaan. Korban pun langsung mengadukan tindakan Polri tersebut ke Kompolnas dan akan mengajukan Pra Peradilan Kepengadilan Jakarta Utara.

Hal tersebut dikatakan Ketua Tim kuasa hukum HS, Korban UU ITE dan Penggelapan, Syafuan. Menurut Syafuan pihaknya sudah melaporkan ke Kompolnas dan minggu depan selanjutnya akan pengajuan pra peradilan, semua dokumen sudah lengkap dan akan dilayangkan kepada Pengadilan Jakarta Utara.

“Minggu depan kita ajukan pra peradilan,” ujar Syafuan.

Terkait dikeluarkannya SP3 kepada dua tersangka Azwar dan Ahzar, Syafuan mencurigai adanya permainan antara penyidik Polres dan Kejak Kejaksaan Tinggi Jakarta Utara. Menurut dia, Polres tak bisa lagi mengeluarkan SP3 kepada dua tersangka karena berkas mereka sudah P21.

“Itu kan alasannya tidak jelas. Kalau begitu ini kan berarti ada apsek permainan dari oknum sedangkan bukti sudah cukup. Kan setelah dua alat bukti cukup harusnya perkara ini bisa naik karena waktu itu sudah P21. Tapi kok tiba-tiba di SP3 kan,” tandasnya.

Temukan juga kami di Google News.