Jakarta – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait proyek di Kemenpupera tahun 2016 yang dilakukan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary (AHM).
Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan ke sejumlah saksi diantaranya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dirjen Bina Marga M. Syafriyudin Maradjabessy. Syafriyudin akan dimintai keterangannya untuk tersangka AHM.
“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AHM,” demikian disampaikan Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, Selasa (20/9/2016).
Selanjutnya, kata Yuyuk, saksi lainnya juga turut dimintai keterangan diantaranya Komisaris PT Hijrah Nusatama Rofiah binti Umar, Dir PT Larva Bangun Cipta Robing Nurochim, dan Manajer Operasional PT Tritunggal De Valas Yohanes Budi Haryanto.
“Mereka juga akan diperiksa untuk kasus yang sama,” tandasnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga anggota Komisi V sebagai tersangka. Ketiganya yakni, Damayanti Wisnu Putranti (PDI-P), Budi Suprianto (Fraksi Golkar), dan Andi Taufan Tiro (Fraksi PAN).
Damayanti sebelumnya menyebut, adanya adanya kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Dalam kesepakatan tersebut, pimpinan Komisi V DPR meminta agar Kementerian PUPR menyetujui usulan program aspirasi yang diajukan anggota Komisi V sebesar Rp 10 triliun.
Jika tidak, menurut Damayanti, pimpinan Komisi V mengancam akan mempersulit Kementerian PUPR dalam pengusulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN).
Hal itu dikatakan Damayanti saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 15 Agustus 2016 lalu. Damayanti didakwa menerima suap dari pengusaha terkait pengusulan program aspirasi di Maluku.
“Jadi, kalau Kementerian PUPR tidak bisa menampung permintaan Komisi V, sebagai kompensasi penandatanganan R-APBN tidak akan dilakukan, pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian,” ujar Damayanti kepada Majelis Hakim.
Menurut Damayanti, kesepakatan tersebut dibahas dalam rapat tertutup di ruang Sekretariat Komisi V DPR, yang disebut dengan istilah rapat setengah kamar.
Rapat tersebut dihadiri pimpinan Komisi V DPR, masing-masing Ketua Kelompok Fraksi, dan pejabat dari Kementerian PUPR, salah satunya yakni, Sekretaris Jenderal PUPR Taufik Widjojono.
Awalnya, menurut Damayanti, pimpinan Komisi V DPR meminta kompensasi Rp 10 triliun, karena Kementerian PUPR mendapat anggaran Rp 100 triliun.
Namun, angka tersebut tidak disetujui, angkanya turun menjadi Rp 7 triliun, Rp 5 triliun, sampai akhirnya disepakati Rp 2,8 triliun untuk Direktorat Jenderal Bina Marga.
Dalam pertemuan tertutup tersebut, ditentukan juga fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V.
Selain itu, disepakati bahwa setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp 50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp100 miliar, sementara pimpinan Komisi V mendapat jatah hingga Rp 450 miliar.
Damayanti mengatakan, setiap anggota Komisi V mendapat jatah proyek yang nilainya ditentukan oleh pimpinan komisi dan Kapoksi.
Tinggalkan Balasan