Jakarta – Puluhan mahasiswa dan pemuda tergabung dalam Komite aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) kembali berunjuk rasa didepan Istana Negara Jakarta Pusat, Sabtu (27/8/2016).
Mereka kembali menyerukan agar segera mencopot Sutiyoso dari jabatannya sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (Ka BIN).
“Kami minta agar segera copot Sutiyoso sebagai Kepala BIN karena ia lemah dan kinerjanya lemot dalam melakukan deteksi dini berbagai peristiwa di Indonesia,” tegas Koordinator aksi Kamerad Fajar Ardi Hidayatullah.
Menurut mantan Pengurus Cabang HMI Jakarta Raya itu, BIN harusnya sebagai garda terdepan dalam menjaga negara beserta rakyat dan seluruh tumpah darahnya. Diantaranya mengantisipasi ancaman terhadap kedaulatan bangsa dan negara baik dari dalam maupun luar negeri. Maka kinerja BIN akan sangat jelas terasa dampaknya, meski ciri dan karakter dinas intelijen bersifat senyap dan rahasia.
“Faktanya sejak era Presiden Jokowi, negara dan bangsa Indonesia justru terlihat dan terasa begitu rapuhnya, berbagai gangguan keamanan baik dari dalam maupun luar negeri kerap kali terjadi dan memakan banyak korban, baik harta benda maupun nyawa warga negara yang notabene masyarakat sipil Indonesia,” bebernya.
Ia pun mencontohkan peristiwa demi peristiwa kerap terjadi diantaranya kerusuhan dan pembakaran tempat ibadah disertai bentrok antar warga terjadi diberbagai belahan wilayah Republik Indonesia. Rusuh antar anak bangsa terjadi di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Dalam peristiwa terjadi terjadi pembakaran gereja. Tawuran antar warga yang berlatar belakang SARA juga terjadi di Tolikara, Papua. Sebuah Masjid dibakar massa, justru disaat umat sedang melaksankan ibadah shalat Idhul Fitri.
Selain itu, kata dia, serangan teroris terjadi hanya sejengkal dari Istana Negara. Serangan Jakarta 2016 merupakan serentetan peristiwa berupa sedikitnya enam ledakan, dan juga penembakan di daerah sekitar Plaza Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia pada tanggal 14 Januari 2016. Ledakan terjadi di dua tempat, yakni daerah tempat parkir Menara Cakrawala, gedung sebelah utara Sarinah, dan sebuah pos polisi di depan gedung tersebut. Sedikitnya delapan orang (empat pelaku penyerangan dan empat warga sipil) dilaporkan tewas dan 24 lainnya luka-luka akibat serangan ini.
“Belum sempat kita sebagai bangsa menarik nafas, peristiwa mengenaskan dan tragis kembali menimpa warga negera Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK), telah diculik oleh kelompok teroris Abu Sayyaf,” jelasnya.
Kata dia, sedikitnya ada 10 WNI yang disandera oleh kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi diperairan Indonesia-Philipina. Begitu lemahnya kinerja aparat intelijen dalam upaya pencegahan gangguan keamanan dan pertahanan negara juga tercermin dari begitu mudahnya kejahatan terorganisir melakukan operasinya. Kasus vaksin palsu menjadi bukti yang tak terbantahkan. Penyebaran vaksin palsu yang sasarannya adalah balita melibatkan puluhan pelaku tersebut bekerja sangat rapi dan sistematis.
Sedikitnya ada 20 pelaku yang sudah tertangkap mengungkap bagaimana modus operandi pelaku kejahatan ini telah bekerja secara terorganisir, dari mulai peran sebagai distributor, sebagai penjual, sebagai pengumpul botol bekas, pencetak label dan bungkus, bidan, dan dokter. Tersangka tersebut sebagian besar pernah setidaknya bekerja di bidang farmasi, perawat, bidan, dan terdapat beberapa tersangka yang memiliki apotek atau obat.
“Kasus dan peristiwa itu hanya sebagian saja dari banyak peristiwa dan kejadian yang tidak mampu diantisipasi oleh aparat intelijen kita,” tuturnya.
Sementara itu, Wasekjen PTKP PB HMI Aziz Fadirubun yang turut hadir diaksi tersebut menegaskan bahwa hal itu semakin membuktikan bahwa kinerja Sutiyoso sebagai Kepala BIN sangat lemah dan berantakan. Yang aneh dan menggelikan justru Sutiyoso melakukan kajian secara khusus permainan Pokemon Go. Maka wajar ketika pihak istana mulai gerah dan marah dengan kinerja Sutiyoso, terbukti Presiden Jokowi kemudian mengangakat Gories Mere dan Diaz Hendropriyono sebagai Stafsus Presiden Bidang Intelijen. Dengan kata lain Istana sudah tidak percaya pada kenerja Sutiyoso sebagai Kepala BIN.
“Maka kita membutuhkan seorang kepala intelijen yang memiliki kapasitas, dan integritas dan profesional. Serta juga memiliki paradigma modern tentang fungsi dan intelijen di era demokrasi, memiliki jaringan yang luas di bidang sosial, politik, dan kemasyarakatan sebagai modal utama seorang Kepala BIN,” terangnya.
Ia pun berhatap dengan penggantian Kepala BIN nantinya figur pengganti Bang Yos bisa mensinergikan BIN dengan berbagai institusi, guna membentengi Indonesia dari serangan dan gangguan keamanan baik dari dalam maupun luar negeri.
“Dari keprihatinan itu, maka kami sepakat mendukung Bapak Presiden Jokowi untuk segera mengganti kepala BIN,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan