Jakarta – Meskipun nama Walikota Surabaya Dr. Ir. Tri Rismaharini, M. T yang akrab disapa Risma belum resmi dicalonkan sebagai calon Gubernur DKI oleh PDI Perjuangan dan sejumlah partai, namun animo dukungan terhadap Risma semakin menggeliat di Ibukota bahkan euforia sosok Risma mulai terasa menggetarkan Jakarta.

Pengamat Politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai dalam konteks pertarungan di Pilgub DKI, calon petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memiliki keunggulan yang membuat peluangnya cukup besar terpilih kembali menjadi Gubernur. Lantaran posisinya sebagai incumbent yang tentu saja memiliki banyak instrumen dalam menggalang pemenangan.

Namun, Karyono mengingatkan bahwa potensi Risma tidak bisa dianggap remeh.

“Jika tak hati-hati, Ahok bisa terjungkal oleh Risma di babak final nanti,” ungkap Karyono, Selasa (9/8/2016).

Menurut Karyono, figur Risma bisa menjadi pesaing Ahok yang seimbang. Keduanya sama-sama memiki kelebihan meskipun tak sama persis. Ahok dinilai memiliki prestasi dan kemampuan manajerial, sosok Risma juga memiliki prestasi dan kemampuan. Ahok dinilai memiliki kinerja yang memuaskan publik, Risma pun juga memilikinya. Kata Karyono, jika Ahok dinilai tegas, sosok Risma juga tak kalah tegasnya. Antara Ahok dan Risma juga sama-sama berangkat dari kepala daerah tingkat II, bedanya Risma masih menjabat kepala daerah tingkat II (Walikota Surabaya) sedangkan Ahok mantan kepala daerah tingkat II (mantan Bupati Belitung Timur) yang kini sedang menjabat Gubernur DKI.

Walikota Surabaya Risma
Walikota Surabaya Risma

“Dalam beberapa aspek, Risma memiliki keunggulan dibanding Ahok, misalnya dalam aspek etika kepemimpinan dan komunikasi. Menurut saya Risma lebih unggul. Model kepemimpinan Risma lebih elegan, cool, tidak kontroversial, mengedepankan sinergitas baik di internal birokrasi pemda maupun dengan pihak eksternal seperti DPRD, dan unsur Muspida lainnya,” papar dia.

Selain itu, lanjut Karyono, karakter kepemimpinan Risma lebih egaliter, lebih membaur dengan rakyat. Terlihat ketulusan karakter kerakyatannya. Dalam hal ini, sosok Risma mirip-mirip dengan Jokowi. Model komunikasi Risma juga lebih dingin, tidak meledak-ledak, lebih menggunakan bahasa hati nurani.

“Dua aspek itulah letak perbedaan antara Ahok dengan Risma. Suatu karakter yang kontras di antara keduanya,” terang dia.

Namun, sambung Karyono, ada juga karakter kepemimpinan yang serupa tapi tak sama antara Ahok dengan Risma, yaitu sama-sama dipersepsikan tegas tetapi ketegasan Ahok memiliki gaya tegas yang keras cenderung kasar. Tegas yang kerap disertai marah yang tak jarang marahnya kurang memperhatikan dimensi ruang dan waktu. Sedangkan ketegasan Risma dalam persepsi saya tetap elegan dan proporsional. Ketegasan Risma tidak menyinggung perasaan orang lain.

“Keunggulan Risma ini bisa menjadi modal untuk mengalahkan Ahok,” jelas dia.

Dijelaskan Karyono, dalam sejumlah fakta, pemilihan kepala daerah itu mirip dengan pertandingan sepak bola. Dalam banyak kasus, tim yang diunggulkan tidak selalu menang di akhir pertandingan. Di dalam teori dan praktik politik elektoral, apalagi dengan sistem pemilihan langsung, dalam sejumlah studi kasus tentang praktik politik elektoral selama pemilihan langsung kerap terjadi dinamika perubahan, apakah perubahan tersebut terjadi secara cepat atau lambat. Dengan kata lain, peluang kemenangan dalam kompetisi pilkada yang dipotret melalui survei tidak selalu berbanding lurus dan linier secara absolut antara posisi survei sebelumnya dengan hasil akhir perhitungan suara.

Karyono menambahkan, dalam beberapa contoh kasus Pilkada, misalnya pilkada DKI 2012, dimana elektabilitas Fauzi Bowo sebagai incumbent jauh melampaui kandidat lain. Tetapi hasil akhirnya pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli tumbang oleh pasangan Jokowi-Ahok yang elektabilitasnya terpaut jauh di bawah Fauzi Bowo saat disurvei sebelum hari pencoblosan.

“Contoh kasus tersebut membuktikan bahwa di dalam politik itu tidak selalu berlaku hukum ceteris paribus atau “all other things being equal”, dimana faktor-faktor lain yang mempengaruhi pilkada tetap sama,” tandasnya.

Hingga saat ini pencalonan Risma masih misterius, meskipun ada indikasi PDIP akan mengusung Risma tapi kuncinya ada di Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarno Putri.

Temukan juga kami di Google News.